Catatan: Ust. Musyafa Ahmad Rahim
Sudah banyak yang menulis, bercerita dan berbagi informasi terkait #Tragedi_mudik_2016.
Namun, ada satu point lagi yang sepertinya belum disebut secara eksplisit.
Sebelumnya, kenalkan bahwa saya termasuk satu dari sekian puluh, mungkin ratus ribu "korban" #Tragedi_mudik_2016.
Saya bertolak dari rumah di Jakarta pada hari Senin 04 Juli 2016 jam 06 pagi, dan sampai di tujuan di Demak pada hari Rabu 6 Juli 2016 jam 10.15, padahal kami nyaris tidak berehat dalam perjalanan.
Berdasarkan angka speedometer, kami menempuh jarak 490-an km, atau gampangnya 500-an kilometer.
Satu point yang belum disebut secara eksplisit adalah hal-hal yang menyangkut pengisian BBM.
Secara umum, posisi kota Brebes dari Jakarta, adalah posisi di mana kendaraan bermotor, khususnya mobil, harus melakukan pengisian ulang BBM.
Awal persoalannya adalah, untuk mengisi ulang BBM, diperlukan mengantri yang panjangnya rata-rata dua kilometer. Ini yang saya mengalami dan menyaksikannya.
Repotnya, antrian ini memakan satu lajur jalan (untuk yang sudah dua lajur), dan memakan seluruh lajur, untuk jalan yang masih dua arah.
Akibat lanjutannya, kendaraan yang mestinya tetap melaju, menjadi "ikut mengantri". Karenanya, hal ini semakin menambah panjang dan ruwetnya urusan mengantri ini, sementara, AC kendaraan tetaplah harus terus dinyalakan, sehingga, kendaraan yang tadinya relatif aman dengan urusan BBM, menjadi ikut tidak aman, sehingga, iapun masuk juga ke dalam antrian. Tentunya, hal ini semakin menambah panjang dan ruwet urusan mengantri ini.
Kondisi ini diperparah oleh "keterpaksaan" banyak pemilik kendaraan yang harus mengantri dengan "cara" lain: dengan cara membeli BBM dengan mempergunakan jerigen, atau bahkan botol bekas minuman, di samping para "tengkulak" BBM dadakan, yang mencoba meraup keuntungan dari suasana "keterpaksaan" yang ada. (Ada yang menjual BBM eceran Rp 400.000,- untuk lima liter BBM).
Sehingga, di setiap SPBU, muncullah tiga model antrian:
1. Antrian motor dengan seluruh keruwetannya.
2. Antrian botol dan atau jerigen, juga dengan seluruh keruwetannya.
3. Antrian mobil, juga dengan seluruh keruwetannya.
Semua ini pada akhirnya menciptakan tumpukan kepadatan arus mudik yang sangat luar biasa, yang buntutnya mempengaruhi juga antrian panjang di semua jalur mudik, baik pada jalur utama maupun pada jalur alternatif, termasuk berbuntut kepada antrian dan keruwetan panjang di dalam jalan tol.
Jika seluruh keruwetan itu ditambahkan dengan:
1. Para pedagang asongan.
2. Keluarga yang makan minum di kanan kiri jalan karena terpaksa, atau
3. Keluarga atau rombongan yang terpaksa kumpul-kumpul tanpa makan minum sekalipun, karena kendaraan yang mereka naiki sudah kehabisan BBM,
4. Dan sebagainya.
Maka, sudah pastilah hal ini semakin menambah keruwetan, kerumitan dan panjangnya antrian yang ada.
Jadi, masalah pengisian BBM dengan seluruh permasalahannya, mempunyai andil besar bagi kerumitan, keruwetan dan kesemrawutan urusan mudik yang kemudian berimbas pada terciptanya #Tragedi_mudik_2016. Wallahu a'lam.