ilustrasi: MUI Banten |
[portalpiyungan.com] Tokoh masyarakat Banten, ulama dan Majelis Ulama Indonesia Banten mendukung Pemerintah Kota (Pemkot) Serang untuk menjatuhkan sanksi kepada Ibu Saeni karena telah melanggar Perda Nomor 2 tahun 2010 tentang Pekat dengan tetap membuka wartegnya pada siang hari di bulan Ramadan.
"Harus ditindak lanjuti dalam koridor hukum, penegakan hukum itu sendiri suatu hal yang wajar. Buat apa perda dibuat, kalau dibiarkan (pelanggarnya)," kata Ketua Bidang (Kabid) Komunikasi Data dan Informasi MUI Banten, KH Zainal Abidin Sujai, kepada wartawan, di Kota Serang, Jumat, 17 Juni 2016.
Jika sanksi pada Perda tersebut tak dilaksanakan, lanjut dia, maka tak menutup kemungkinan akan banyak 'Saeni' lain yang ikut serta melanggar aturan.
"Tidak menutup kemungkinan nanti (orang) lain berbuat seperti itu. Karena (Saeni) kemarin saja tidak diapakan-apakan, upaya penegakan hukum harusnya tetap berjalan," tegasnya.
Diketahui, dalam Perda Nomor 2 tahun 2010 tentang Pekat, tertulis sanksi bagi pelanggarnya yakni pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta.
Seperti diketahui sebelumnya, Saeni, seorang warga asal Tegal yang belum memiliki KTP Serang, menjadi buah bibir saat warungnya dirazia Satpol PP Kota Serang karena berjualan di siang hari saat bulan Ramadan. Saeni yang saat dirazia menangis sedih, kemudian mendapat simpati publik. Donatur pun memberi tanda kasih kepada Saeni yang jumlahnya mencapai 170juta,
Kisah Saeni sendiri tersebar ke seluruh dunia dan menyebabkan Indonesia dikecam karena dianggap tidak toleran. Setelah ramai diperbincangkan, terungkap kalau Saeni ternyata cukup kaya dan suaminya bahkan seorang bandar judi.