[portalpiyungan.com] Pemerintah tengah berupaya menghemat anggaran hingga Rp 50 triliun akibat kurangnya penerimaan negara. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution enggan menyebutkan anggaran penghematan tersebut. Kendati demikian, menurut dia, penghematan tersebut masih belum cukup untuk menutup kekurangan anggaran.
"Usulan itu (penghematan) masih dalam pembahasan internal pemerintah," ucap Darmin di Jakarta, Senin, 13 Juni 2016.
Darmin mengatakan pemangkasan tak terhindarkan lantaran penerimaan pajak yang suram. Setoran pajak baru mencapai Rp 364,1 triliun (26,8 persen) dari target Rp 1.360,2 triliun hingga Mei 2016. Jumlah ini lebih rendah daripada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 377 triliun.
Penerimaan jauh di bawah belanja negara, yaitu lebih dari Rp 600 triliun hingga Mei lalu. Ini menyebabkan defisit anggaran negara ada di kisaran 2,48 persen dari PDB negara. Defisit diyakini membesar jika tak ada perubahan dari penerimaan karena belanja semakin membengkak di akhir tahun. "Kalau kementerian dan lembaga tak setuju pemotongan, tidak apa-apa, tapi uangnya tidak akan ada," ujar mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut.
Darmin menuturkan pemerintah sudah mencoba menghindari pemangkasan lewat Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak yang ditarget akan memberi tambahan penerimaan sebesar Rp 165 triliun. Namun, karena besarnya kekurangan anggaran itu, penambahan dari pengampunan pajak juga tak mencukupi. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan anggaran adalah pemotongan belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara jilid dua.
Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan defisit memburuk karena target penerimaan yang muluk dan banyaknya belanja pemerintah yang tidak efektif. Misalnya, Rizal merujuk pada tren belanja Kementerian Pariwisata yang sejak puluhan tahun dianggarkan tapi minim hasilnya.
"Dari puluhan tahun itu, hanya Bali yang maju," ucap Rizal.
Jondisi darurat anggaran negara ini mengingatkan akan salah satu momen dalam debat calon Presiden tahun 2014 lalu. Dalam debat calon presiden yang disiarkan langsung oleh Metro TV, Prabowo Subianto menekankan penghentian kebocoran kekayaan ekonomi bangsa.
"Tim pakar Prabowo menilai kekayaan Indoesia yang bocor mencapai Rp 1.000 triliun per tahun," kata Prabowo kala itu
Prabowo menggunakan data Komisi Pemberantasan Korupsi yang mencatat kebocoran kekayaan negara mencapai Rp 7.200 triliun per tahun.
"Rp 1.000 triliun yang kami gunakan saja sudah besar," katanya membandingkan.
Nah, untuk menghindari kebocoran kekayaan tersebut, Prabowo mengatakan akan berhemat, memangkas dan mengalirkan ekonomi yang bersifat kerakyatan
Usai debat tersebut, Prabowo dibully oleh pendukung Jokowi. Berbagai meme dan hestek bertema bocor bermunculan di media sosial. Kini, semua ucapan Prabowo terbukti benar. Bahkan, pada thun lalu saja, Menteri Susi sudah mengakui bahwa Prabowo benar.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, kerugian negara sebesar Rp 3.000 triliun karena tindak pencurian ikan dan beragam tindak pidana bukanlah angka buatan tetapi melalui perhitungan.
"Kerugian Rp 2.000 triliun-3.000 triliun itu bukan angka buatan," kata Susi Pudjiastuti dalam acara Chief Editor Meeting di Jakarta.
Prabowo sudah terbukti benar. Kini tugas Jokowi membuktikan bahwa ia mampu membawa Indoesia keluar dari situasi ekonomi yang sulit ini.