Tak Berani Lanjutkan Ungkap Peran Ahok di Balik Mega Skandal Reklamasi, Andi Arief: Ada Apa Dengan TEMPO?




Politisi Partai Demokrart Andi Arief tak dapat menahan amarahnya melihat manuver yang dilakukan Tempo dalam memberitakan dugaan korupsi yang melibatkan orang nomer satu di Pemprov DKI Jakarta, Ahok.

Tempo, yang menrut Andi Arief selama ini gencar memberitakan berbagai kasus korupsi termasuk yang menimpa kader partai Demokrat, kini diam membisu setelah temuan Budi Setyarso seorang jurnalis Tempo tentang transaksi reklamasi menjadi sasaran serangan para pendukung Ahok.


Andi menulis, setelah pendukung Ahok menggertak Tempo dengan laporan keuangan Tempo yang morat marit dan isu barter Ahok dengan Agung Podomoro Land, Tempo tak bersemangat lagi meneruskan laporan korupsi Ahok.

Lebih lanjut, Andi yang pernah menjabat sebagai staf khusus bidang bencana alam dan bantuan sosial di era Presiden SBY mengungkap, hak ekslusif yang diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Tempo dalam tiap penanganan kasus korupsi, sengaja tak digunakan Tempo dalam meliput kasus Ahok. Persoalannya sepele, haya karena pendiri Tempo, Goenawan Soesatyo sudah mendeklarasikan diri sebagai pendukung Ahok.

Lucunya, di sisi lain, seorang netizen yang dikenal dekat dengan Ahok dan Jokowi menyerang Tempo habis-habisan ketika Tempo memberitakan kasus Sumber Waras dan memberitakan kedekatan Ahok dengan salah satu petinggi di Agung Podomoro Land. Netizen ini menguliti habis Tempo dan memberi kesan bahwa Goenawan Setyarso alias Goenawan Mohammad berpura-pura baik dan mendukung Ahok, sementara di balik layar, Goenawan 'menyutradarai' drama untuk emnyerang Ahok melalui korporasi media di bawah panji Tempo Inti Media. Sejak 'serangan' itulah, Tempo kemudian diam tak berkutik.

Maka, kiranya kegeraman Andi Arief, semestinya menjadi kegeraman bersama rakyat di republik ini yang masih waras berpikir. Bila seorang jurnalis Tempo sudah berani berkicau bahwa memiliki bukti rekaman percakapan mengenai reklamasi dalam sebuah transaksi di Singapura, maka seharusnyalah investigasi tersebut dilanjutkan dan dipaparkan ke publik. Bukan disembunyikan hanya karena pelaku kejahatan korupsinya adalah junjungan dari pemilik media tempat jurnalis tersebut bekerja.

Mengutip pernyataan seorang jurnalis senior, Muchlis Hasjim, tidak ada satupun media yang netral.

"Media harus berpihak. Harus punya sikap dan dengan berani menunjukkan posisi keberpihakannya, Tidak ada meda yang netral", ungkap Muchlis.

Hanya saja, lanjut Muchlis, media harus berani menjalankan keempat fungsinya dengan jernih.

""Media massa punya 4 tugas pokok. To inform, to educate, to enterntain, to persuade.. Jalankanlah keempat fungsi itu dngan baik. Lakukan check and balance. Publik punya hak untuk menerima informasi yang jernih dan faktual", tegasnya.

Jadi persoalannya kini, seperti yang juga ditanyakan oleh Andi Arief, beranikah Tempo mengungkap dan menginformasikan dengan jujur transaksi di Singapura seperti yang pernah dijanjikan jurnalisnya?

"Kita tunggu Tempo  memuat bukti transaksi Singapura dan bukti rekaman kasus reklamasi seperti yang dijanjikan wartawanya, jangan ada barter", tutup Andi Arief.

*Catatan ini dibuat berdasarkan linimasa  media sosial Twitter @AndiArief_AA dan berbagai sumber lain

[portalpiyungan.com]
Baca juga :