[portalpiyungan.com] Kesimpulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut tidak adanya tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menuai kecaman. Salah satunya dari penggagas Undang-Undang KPK Prof. Romli Atmasasmita.
Guru besar ilmu hukum pidana Universitas Padjajaran itu mengatakan, kalau KPK kemudian menyatakan pengadaan senilai Rp 800 miliar itu tidak dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, bagaimana dengan kasus lain seperti halnya perkara Suryadharma Ali (SDA), Jero Wacik dan Miranda Goeltom? Sebab, dalam penanganan kasus-kasus tersebut lembaga antirasuah berpedoman terhadap hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang selanjutnya dipakai KPK untuk menetapkan mereka menjadi tersangka.
“Kalau sikap KPK seperti itu di kasus Sumber Waras, maka kasus Jero Wacik, Siti Fadillah Supari, Suryadharma Ali dan Miranda Goeltom tidak bisa jadi tersangka atau terpidana,” kata Prof. Romli, saat dihubungi Aktual.com, (15/6).
Dalam menjerat SDA, KPK memang berpegang teguh terhadap hasil audit BPK. Dimana, lembaga auditor negara itu melakukan investigasi terhadap kegiatan Kementerian Agama tahun anggaran 2010-2013. Begitu pula dengan kasus yang menjerat Jero Wacik saat dia memimpin Kementerian ESDM. Ketika itu hasil audit laporan keuangan BPK terhadap Kementerian ESDM jadi rekomendasi untuk investigasi kasus. Bukan hanya itu, dalam menangani kasus wisma atlet Hambalang, KPK juga menjadikan audit BPK sebagai senjata utama.
Bahkan, sama seperti yang dilakukan BPK terhadap pengadaan tanah RS Sumber Waras. Penemuan tindak pidana korupsi dalam proyek Hambalang juga dilakukan BPK dengan bersandar pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), yang kemudian jadi alat KPK untuk menjerat Andi Mallarangeng dan Wafid Muharam selaku pejabat di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Baik SDA, Jero Wacik, Andi dan Wafid sudah menjadi narapidana, yang sekarang mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung. Mereka pun dapat hukuman yang tak ringan, lebih dari empat tahun penjara.
Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menegaskan telah bekerja profesional dalam audit pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dalam auditnya, BPK menemukan adanya indikasi penyimpangan dalam pembelian lahan rumah sakit tersebut sebesar Rp 191 miliar. Namun hal berbeda disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan tidak menemukan adanya indikasi kerugian negara dalam kasus Rumah Sakit Sumber Waras tersebut.
Sumber: Aktual