Setelah gonjang-ganjing soal adanya aliran dana ke tim pendukung Gubernur Ahok, “Teman Ahok”, akhirnya sang gubernur yang bakal maju pada Pilgub DKI Jakarta 2017 ini angkat bicara.
(http://fajar.co.id/2016/06/23/terungkap-ini-sumber-pembiayaan-operasional-untuk-teman-ahok/)
Ahok sendiri secara pribadi sekarang telah ikut turun tangan menjelaskan perihal pendanaan Teman Ahok.
Ini adalah indikator paling sahih bahwa "Jenderal" telah (dengan terpaksa, mau tidak mau) harus ikut bertempur. Pasukan sudah kocar-kacir, dengan kondisi moral pada titik nadir. Tidak ada lagi garis depan, karena garis depan pertempuran itu sudah sampai di depan mata si "Jenderal" sendiri.
Ada pun "wing man" yang selama ini menjadi "Letnan Jenderal" Perencana, yaitu Konsultan Politiknya, sudah mengeluarkan pernyataan bahwa dia bukan Konsultan bagi Ahok. Ini ibaratnya, Asrena (Asisten Perencana) memilih kabur (desersi), meninggalkan maket medan tempur di pusat komando terbengkalai.
Pasukan lapangan sudah ada yang mengibarkan bendera putih. Ironisnya, persis di saat momen "Satu Juta KTP" tercapai. Paradoks? Iya. Bagaimana memahaminya? Gampang. Satu Juta itu adalah Satu Juta "ilusi", hal mana para prajurit lapangan sangat tahu situasinya.
(Baca: Mantan TEMAN AHOK Bongkar: Pengumpulan KTP Dengan Cara Membeli dari Oknum Kelurahan)
Kini, Ahok telah turut bertempur secara pribadi. Sayangnya, tembakannya bukan lagi "supressing fire" atau tembakan yang menekan lawan. Tembakannya hanyalah sekedar "covering fire" atau tembakan perlindungan. Tembakan untuk melindungi diri sendiri. Penjelasannya soal sumber pembiayaan Teman Ahok-nya tak lebih hanya menjadi alibi saja. Karenanya, ia sendiri mau tidak mau harus mengatakan juga bahwa sebenarnya dia sendiri punya peran mendanai kelompok yang katanya "Relawan" itu. Hal mana sebelum-sebelumnya ia katakan tidak. Tidak mendanai Teman Ahok.
Masih percaya sama Basuki?
(Canny Watae)