"Mengingat jasa adalah cara Pemimpin memaafkan kesalahan dan memaklumi kekurangan"
-Kisah Hatib bin Abi Balta’ah-
(Komiruddin Imron, Ketua Dewan Syariah PKS Lampung)
Hatib bin Abi Balta’ah (حاطب بن أبي بلتعة) adalah salah seorang Sahabat. Ia merupakan utusan resmi dari Rasulullah SAW kepada Muqauqis, raja Mesir untuk menyerukan dan mengajak rakyat Mesir untuk mengikuti ajaran Islam. Hatib juga merupakan veteran Perang Badar dan Hudaibiyah.
Ketika Rasulullah S.A.W bersama kaum Muslimin bersiap sedia menjelang “Fathu Mekah”. Hatib bin Abi Balta’ah melakukan tindakan hendak membocorkan rencana itu. Dia telah mengutus surat kepada penduduk Mekah untuk memberitahu mereka tentang hal itu. Dia menyatakan kepada mereka “Sesungguhnya Muhammad ingin memerangi kamu, maka hati-hatilah kamu sekalian”. Surat itu dikirim melalui seorang wanita yang sedang dalam perjalanan ke Mekah bernama Zha’inah.
Lalu Allah S.W.T menurunkan wahyu kepada Rasulullah S.A.W menerangkan hal pembocoran rahasia tersebut. Rasululullah S.A.W segera memanggil Ali ra, Zubair dan Miqdad dengan sabdanya “Segera kamu sekalian berangkat ke sebuah tempat Raudhah Khah, kerana di sana ada Zha’inah (wanita musafir) yang membawa surat, maka ambillah darinya kemudian bawa surat itu ke mari”.
Ali dan Zubair bergegas keluar mencari wanita itu dan keduanya menemukan wanita tersebut di daerah Raudhah Khah, 7 batu dari Madinah. Ketika Ali ra. menyuruh wanita itu supaya mengeluarkan surat Hatib, wanita itu tidak mengaku kalau ia sedang membawa surat. Maka Ali pun berdiri dan memeriksa kendaraannya, tetapi ia tidak menemukan surat itu.
Akhirnya dengan marah Ali memandang wanita itu dan berkata: "Aku bersumpah kepada Allah bahwa Rasulullah tidak pernah berdusta. Sekarang kamu harus pilih apakah kamu mau menyerahkan surat itu kepadaku, ataukah aku harus menelanjangi kamu!" Setelah Ali bersikap kasar dan memberi dua pilihan, akhirnya wanita itu berkata: "Berpalinglah." Setelah itu Ali membalikkan badan kemudian wanita itu membuka ikatan rambutnya dan mengeluarkan surat darinya, lalu menyerahkan surat itu kepada Ali.
Ali dan Zubair segera kembali kepada Rasulullah dengan membawa surat Hatib.
Tenyata surat itu berbunyi, ‘Dari Hatib bin Abi Balta’ah, ditujukan kepada sekelompok manusia dari orang-orang musyrik di Mekah…dan seterusnya’. Antara isi kandungannya memberitahu mereka tentang sebahagian dari rahasia Nabi S.A.W.
Lalu Rasulullah S.A.W memanggil Hatib dan berkata “Wahai Hatib! Apa yang telah kamu lakukan ini?”
Maka oleh Hatib dijawab dengan nada terputus-putus: "Wahai Rasulullah, janganlah tergesa-gesa menghukum diriku. Semua itu kulakukan karena aku bukan dari golongan Quraisy, di Makkah aku masih mempunyai sanak saudara. Maka aku ingin kaum Quraisy menjaga keluargaku di Makkah. Dan sungguh, itu aku lakukan bukan karena aku telah murtad dari Islam, dan bukan pula aku rela kepada kekufuran sesudah iman."
Rasulullah memandang semua sahabat yang hadir dengan wajah bersinar, dan baginda berkata kepada mereka: "Bagaimana pun juga, ia telah berkata jujur."
Suasana majlis menjadi hening sejenak, tiba-tiba Umar berkata: "Wahai Rasulullah, izinkan aku memenggal leher si munafik ini!"
Rasulullah S.A.W menjawab dengan sabdanya, “Wahai Umar, sesungguhnya dia terlibat dengan peperangan Badar. Bagaimana pendapatmu wahai Umar, jika Allah telah memberi kelonggaran pada pejuang Badar?" Lalu Rasulullah S.A.W bersabda “Wahai ahli Badar! Buatlah apa yang kamu suka, sesungguhnya aku telah memaafkan kalian.”