Oleh: Djoko Edhi S.Abdurrahman
(Mantan Wasekjen DPP HKTI)
Dampak penempatan Menteri Pertanian amatir mulai kelihatan sekarang. Harga komoditas pertanian melambung tak terkendali karena memang tata niaga pertanian tidak terbenahi, baik oleh sektor pertanian, sektor perdagangan, dan sektor yang menjadi kewenangan menteri teknis ikutan lainnya.
Namun tradisi kerja dalam sektor pertanian, leader adalah Menteri Pertanian (Mentan), bukan lainnya. Dengan kata lain, kementerian lainnya mengekor kepada keinginan Mentan. Sehingga eksistensi Mentan adalah kementerian induk. Sebab itu, DPP HKTI sangat terkejut ketika Mentan yang dipasang oleh Presiden Jokowi adalah orang yang tak dikenal oleh masyarakat pertanian, yang lebih sering disebut kaum aktivis pertanian.
Saya baca sekilas nama Mentan adalah Amran, saya sendiri tak begitu hafal karena tak punya kesan cukup untuk mengenang sesuatu yang tak punya keunggulan. Sekilas saya dengar Amran adalah pedagang Saprotan, bikin percobaan tanaman unggulan, sehingga ia punya track record penemuan komoditi unggulan. Selanjutnya saya tak punya detailnya, karena lalu hal itulah yang saya dengar ia diangkat menjadi Mentan, ditambah bumbu KKN kesulawesian Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Nah, tentu saja secara profesional faktor tadi tak cukup syarat seseorang untuk duduk di kursi Mentan. Mentan bukanlah job untuk ditempati seorang pengusaha Saprotan lokal, bukan untuk seorang yang pandai bereksperimen varitas padi, etc. Mentan adalah kursi orang yang mampu menetapkan kebijakan pertanian, yang hafal kiat pertanian yang demikian luas, namun mengerucut ke stabilitas komoditas pertanian. Ini soal mulut yang kerjanya makan. Ini soal perut yang kerjanya lapar dan kenyang.
Jika dibandingkan, Mentan Amran ini adalah Gapoktan, canggih menanam padi. Karenanya ia bukan HKTI, tempatnya para ahli, intelektual tani, yang tak canggih bertani. Gapoktan itu tukang, HKTI itu arsitek. Nah mestinya Arsitek yang diangkat jadi Mentan, bukan Tukang yang diangkat jadi Mentan seperti saat ini.
Waktu saya dengar Amran ini yang jadi Mentan, kami di DPP HKTI terkesiap. Tak ada di antara kami yang mengenal orang ini, di kelompok Agusdin Pulungan, juga nama itu tak dikenal. Tentu saja HKTI punya pembanding Mentan, baik Suswono maupun Anton, yang saat itu dirundung kasus Lutfi Hasan Ishak (LHI) yang ditangkap KPK dalam kasus suap importasi daging sapi. Akibat kasus LHI, kategori calon Mentan berubah, harus dari profesional, tak perlu dibackup parpol, harus bersih korupsi, maka boleh tukang menjadi menteri.
Setelah vonis 18 tahun dijalani, saya terkesiap lagi. Inilah hukuman tertinggi untuk koruptor sepanjang ada KPK. LHI adalah biang mafia daging, dan PKS adalah jaringan mafia daging sapi. Konyolnya, sampai hari ini, mafia daging tak ditemukan. Harga daging sapi terus menjulang, isu mafia kian santer, tapi mafianya tak nongol juga, selain Menteri Amran yang tak mampu berbuat apa-apa kecuali mengimpor daging sapi.
Itu reaksi Amran, ketika para pedagang menyahut, "Kalau mau beli daging Rp 80 ribu seklilo, beli ke rumah Jokowi saja!". Di Aceh, harga menjulang Rp 170 ribu, terendah harga Rp 120 ribu/kilo di mana pun. Masalahnya publik tak bisa menagih janji si Amran Ia tak punya partai, ia juga tak punya nama besar, ia juga tak punya induk organisasi. Ia lahir dari dunia antah berantah.
Saya kira sudah jelas sangkaan hakim bahwa LHI adalah mafia daging sapi salah berat. Akibat lain, penempatan Mentan Amran juga salah berat. KPK harus mencari mafia daging yang sesungguhnya. Sebab, jika asumsi KPK yang dulu dipakai, mafiosonya adalah si Amran!
Sekitar 7 bulan Jokowi berkuasa, ia telah berjanji akan memecat Mentan Amran jika masih ada importasi beras. Sampai kini, Jokowi tak kunjung memecat Amran, padahal sudah bolak balik mengimpor beras yang membuat Jokowi menjadi Raja Dusta.
Sebenarnya sepanjang 2015, kinerja Amran masih terselamatkan oleh jatuhnya harga komoditas di luar negeri sehingga komoditas pangan kelihatan membaik. Namun ketika berjalan normal, Amran tampak memang hanya seorang tukang, bukan arsitek. Segera ganti mister Presiden, sebelum semua ia hancurkan.(*)
*Sumber: TeropongSenayan.com