Urgensi FIKIH PREDIKSI (Fiqhul Ma'alaat) Bagi Qiyadah Dalam Mengambil Kebijakan

FIKIH PREDIKSI

Oleh: Komiruddin Imron, Lc
(Ketua Dewan Syariah DPW PKS Lampung)

Pada awal pekan di bulan Juni 2016 saya menjemput anak saya yang menempuh pendidikan di salah satu pesantren di kabupaten Lebak. Kebetulan Kyai sekaligus ketua yayasannya masih kerabat dekat.

Saat berbuka puasa pak Kyai bercerita, bahwa baru baru ini dia dan beberapa ustadz mengikuti daurah/pelatihan dengan tema pembahasan seputar ilmu ilmu yang dibutuhkan oleh pemegang kebijakan. Seperti, fiqhul waqi', fiqhul muwazanah, fiqhul aulawiyat, fiqhul ikhtilaf, fiqhut tanzil dan fiqhul ma'alaat. Daurah ini disampaikan oleh Dr. Muhammad Muqaddam dari Jakarta.

Dia meneruskan ceritanya, "Kalau fiqhul waqi', fiqhul muwazanah, fiqhul aulawiyat dan fiqhul ikhtilaf ini semua sudah akrab dengan telinga kami. Tapi fiqhut tanzil dan fiqhul ma'alaat sepertinya baru dengar. Nah gimana menurut antum?" Tanyanya.

Saya jawab, "saya juga baru dengar".

Lantas saya minta penjelasan tentang fiqh tanzil dan fiqhul ma'alaat.

"Fiqh tanzil adalah cara mendudukkan suatu nash baik itu Alqur'an, hadits atau pendapat para ulama pada suatu kejadian tertentu, sehingga nash atau perkataan ulama tersebut pas dan tepat pada kejadian yang dimaksud."

"Nah kalau fihqul ma'alaat itu apa?" Tanya saya.

"Fiqhul ma'alaat itu semacam fiqh prediksi. Yaitu memprediksi dampak ke depan dari suatu keputusan atau sikap yang diambil."

Contohnya: Pada saat kelakuan Abdullah bin Ubay (gembong munafiqun) sudah diluar batas kewajaran terhadap kaum muslim itu ‘Umar berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, perintahkan saja kepada ‘Abbad bin Bisyr untuk membunuhnya!”. Rasulullah SAW menjawab:

فَكَيْفَ يَا عُمَرُ اِذَا تَحَدَّثَ النَّاسُ اَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ اَصْحَابَهُ؟ لاَ

"Bagaimana wahai ‘Umar, jika (nanti) orang-orang membicarakan bahwa Muhammad telah membunuh shahabatnya? Tidak." [Ibnu Hisyam juz 4, hal. 254]

Menolaknya Rasulullah saw usulan sahabat Umar itu adalah bentuk antisipasi Beliau dengan memprediksi dampak buruk dari suatu keputusan jika ia menerima usulan Umar ra.

Bahkan anaknya Abdullah juga menawarkan diri untuk membunuh bapaknya Abdullah bin Ubay.

Nabi SAW menjawab:

بَلْ نَتَرَفَّقُ بِهِ وَ نُحْسِنُ صُحْبَتَهُ مَا بَقِيَ مَعَنَا. (البداية و النهاية 4: 546)

"Bahkan kita akan bertindak lemah lembut dan berlaku baik kepadanya, selama dia masih tinggal bersama kita." [Al-Bidayah wan Nihaayah 4:546]

"Terus, untuk kita sebagai da'i apa pentingnya dan apa yang kita perbuat terhadap fiqh ma'alaat ini," tanya saya.

"Ya, sangat penting. Apalagi mereka yang ada di level penentu kebijakan. Jangan sampai memutuskan suatu perkara yang kontra produktif, atau membuat jamaah terpecah, baik terpecah keberpihakannya atau terpecah konsentrasinya. Seharusnya sudah melesat ke depan. Ini malah mundur ke belakang dan berkutat di situ situ aja. Tentu fiqh ma'alaat ini tidak berdiri sendiri. Tetap memerlukan fiqh fiqh diatas." Kata beliau sambil nyeruput sisa akhir kopinya.

Alhamdulillah, tidak ada waktu yang terbuang bila bersilaturahmi dengan kyai.

Saya merenung jika daurah-daurah seperti ini diadakan di banyak tempat akan mewariskan kepada kita kehati-hatian dan pemaafan dalam bersikap dan akan lebih mengutamakan ikatan ukhuwwah dari pada memperebutkan posisi.

Saya teringat baginda Rasulullah saw saat ditawari malaikat penunggu gunung untuk menghancurkan penduduk negeri Thaif yang telah mencederainya. Beliau hanya berujar, "Saya nasih berharap lahir dari tulang sulbi mereka pejuang pejuang yang kelak memenangkan Islam."

Sungguh Indah hidup ini bagi yang memahaminya.

Obrolan berakhir saat azan isya' berkumandang dan kami siap siap untuk melaksanakan shalat isya berjamaah dan shalat tarawih.

23/6/2016


Baca juga :