Fakta Soal Kasus Sumber Waras yang Luput Dari Perhatian Publik



[portalpiyungan.com] Seperti sebuah opera sabun yang akhir kisahnya bisa ditebak, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo menyatakan bahwa tidak perbuatan melawan hukum terkait pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemda Jakarta.

Bagi beberapa kalangan, termasuk Komisi Hukum DPR, pernyataan tersebut tidak mengejutkan.

"Kami tidak terkejut dengan apa yang disampaikan pimpinan KPK terkait dengan kasus RS Sumber Waras yang menyatakan belum ditemukan perbuatan melawan hukum. Belum itu, berarti masih berjalan. Kasus RS Sumber Waras masih belum final," kata Bambang di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 24 Juni 2016.

Ia menambahkan, dari sejumlah pertanyaan anggota komisi III tadi, termasuk meja pimpinan, Komisi III menghendaki kasus ini dituntaskan.

Namun setidaknya, ada 2 fakta terkait kasus Sumber Waras yang selama ini luput dari perhatian publik. Fakta pertama adalah  bahwa pada awalnya KPK lah yang curiga pada transaksi Sumber Waras dan menugaskan BPK untuk mengaudit.

"Permintaan KPK terhadap BPK. Kemudian BPK bekerja audit investigasi, hasilnya ada kerugian negara. Dengan dasar itu maka kita mendorong KPK melanjutkan penyelidikan ini sesuai dengan kerja-kerja BPK," ujarnya.

Pekan depan, kata Bambang, pihaknya akan mengundang ‎mantan Plt KPK, Taufiqurahman Ruki untuk menjelaskan awal mula kenapa kemudian KPK berinisiasi meminta BPK melakukan audit investigasi terhadap RS Sumber Waras.

Karena berdasarkan pengalaman sepanjang sejarah KPK, temuan BPK itu pasti ada konsekuensi hukumnya. Pasti menguatkan temuan awal dari KPK. Tidak pernah temuan BPK justru mementahkan dugaan awal KPK.

"Saya duga Pak Ruki itu menemukan adanya dugaan kuat awalnya, sehingga meminta audit investigasi BPK untuk menguatkan. Kalau sekarang hasilnya justru menganulir atau melemahkan, ini ada yang tidak beres," pungkas Bambang.

Anehnya, selama ini KPK memberi kesan bahwa BPK berdiri sendiri dalam melakukan audit terhadap Pemprov DKI terkait Sumber Waras.

Fakta kedua disampaikan di tempat terpisah oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmon J Mahesa, Desmon mempertanyakan penugasan KPK kepada Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) untuk mengaudit pembelian lahan untuk RS Sumber Waras.

MAPPI bukan lembaga negara yang berhak untuk melakukan audit keuangan negara. MAPPI hanya sebuah LSM yang keberadaannya tidak ada hubungan dengan KPK dan keuangan negara.

Desmon menyebutkan, apa yang disampaikan oleh Ketua KPK, Agus Rahardjo bahwa indikasi kerugian negara terhadap pembelian lahan RS Sumber Waras hanya Rp9 miliar dan itu berbeda dengan temuan BPK yang mengindikasikan kerugian negara Rp191 miliar.

"Apa dasar hukumnya KPK menggunakan MAPPI untuk mengaudit pembelian lahan RS Sumber Waras? Apalagi KPK lebih mendengarkan dan menggunakan hasil audit LSM dibanding hasil audit BPK yang merupakan auditor negara," tutup Desmon di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 15 Juni 2016.

Langkah KPK yang mulai menyimpang ini bisa menjadi indikasi bahwa KPK 'main mata' dengan penguasa namun berusaha menyembunyikan hal tersebut dari publik, Apakah benar, harga diri KPK sudah tergadai dan bisa dibeli?

Baca juga :