DPR: Tutup Mata Terhadap Pelanggaran Hukum dan Bela Koruptor, KPK Segera Hancur




[portalpiyungan.com] Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra Habiburokhman mengaku prihatin atas pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo saat menyampaikan kesimpulan di Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR yang menyebut bahwa tidak ditemukan perbuatan melawan hukum dalam kasus penjualan lahan Rumah Sakit Sumber Waras.

"Pernyataan Agus Rahardjo cs di Komisi III sampaikan kesimpulan Sumber Waras kemarin sangat mengecewakan," tegas Habiburokhman, Rabu 15 Juni 2016.

Menurut catatannya, lanjut Habiburokhman, baru kali ini terjadi hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan telah terjadi enam penyimpangan merugikan keuangan negara dianggap sebagai tidak ada unsur perbuatan melawan hukum oleh KPK. Dalam hukum pidana ada dua teori perbuatan melawan hukum, yakni perbuatan melawan hukum formil yang bersifat sempit dan perbuatan melawan hukum materiil yang bersifat ekstensif.

"Dalam kasus Sumber Waras ini bahkan sudah terjadi perbuatan melawan hukum dalam arti sempit yaitu terdapat penyimpangan terkait dengan proses perencanaan, penganggaran, penyusunan tim pembelian tanah, penetapan lokasi, pembentukan harga, dan penyerahan hasil pengadaan tanah," jelasnya.

Jadi untuk satu hal yang sama, lanjut Habiburokhman, ada dua istilah yang digunakan. Yang dimaksud KPK sebagai perbuatan melawan hukum sejatinya sama dengan yang dimaksud BPK sebagai penyimpangan menimbulkan kerugian negara. Hasil audit BPK soal Sumber Waras adalah produk hukum institusi negara yang bersifat final. Sepanjang tidak dibatalkan oleh BPK sendiri audit tersebut harus ditindaklanjuti secara hukum oleh KPK sebagai user.

"Wewenang BPK adalah wewenang konstitusional sebagaimana diatur Pasal 23E UUD 1945 yang diperjelas dengan Pasal 11 huruf C UU Nomor 15 Tahun 2006 Tentang BPK," ucapnya.

Masih kata Habiburokhman, kesimpulan adanya kerugian keuangan negara adalah senafas dengan terjadinya enam penyimpangan, sehingga kalau KPK menyatakan tidak adanya perbuatan melawan hukum maka sama saja KPK mengabaikan konstitusi dan UU. Pihaknya pun mencurigai jika pimpinan KPK sengaja mengabaikan hasil audit BPK tersebut karena merasa tidak akan tersentuh Komite Etik.

Sebagaimana diketahui bahwa saat ini Komite Etik KPK tidak bisa dibentuk meski ada dugaan serius pelanggaran Kode Etik. Penyebabnya adalah saat ini terjadi kekosongan kursi Penasehat KPK. Padahal Komite Etik KPK dibentuk dari unsur Pimpinan dan Penasehat.

"Kondisi saat ini KPK jelas diambang kehancuran. Tanpa adanya Komite Etik bisa jadi pimpinan KPK kembali melakukan tindakan serupa di masa yang akan datang," tandasnya.
Baca juga :