[portalpiyungan.com] Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku kaget atas sikap DPR yang akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Rumah Sakit (RS) Sumber Waras. Kekagetan itu disampaikan Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak.
Yuyuk menuturkan, tidak ada pembahasan serius saat buka puasa bersama pimpinan KPK dengan pimpinan dan anggota Komisi III DPR di KPK, Senin 27 Juni 2016.
KPK, lanjut Yuyuk, mempertanyakan kenapa saat keluar selepas buka puasa Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo malah menyampaikan, bahwa Badan Musyarawah (Bamus) sudah memutuskan dibentuk Pansus RS Sumber Waras dan mengajukan surat ke pimpinan DPR untuk disahkan.
"Kemarin (Senin) itu enggak bahas serius. Wong cuma ngobrol-ngobrol. Di dalam itu cuman basa-basi saja ngobrolnya. Kenapa pas keluar jadi kayak begitu?" ujar Yuyuk, Selasa 28 Juni 2016,
Pimpinan KPK, kata Yuyuk, akan mendiskusikan bagaimana sikap selanjutnya. Dia juga belum menerima informasi kapan pembahasan akan dilakukan.
"Pimpinan belum bahas lebih lanjut soal itu sampai sore tadi," bebernya.
Yang pasti, kata Yuyuk, KPK masih akan tetap melakukan penyelidikan atas pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang merugikan keuangan negara Rp191,3 miliar. Tapi kelanjutannya bersyarat.
"Sejauh ini keputusan masih lanjut jika ditemukan bukti baru," bebernya.
Yuyuk juga mengomentari rencana DPR memanggil KPK, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan mantan Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki untuk dimintai klarifikasi tentang penyelidikan dan hasil audit investigatif BPK terkait pembelian lahan RS Sumber Waras. Pemanggilan ini akan dilakukan setelah Lebaran 2016.
"Kalau dipanggil ya kami akan hadir untuk menjelaskan, meskipun sebenarnya penjelasan juga sudah disampaikan saat RDP (Rapat Dengar Pendapat) beberapa waktu lalu," tandasnya.
Menanggapi kekagetan KPK ini, pengamat kebijakan publik, Sugiyanto menilai, wajar saja bila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kaget dengan langkah DPR yang membuat Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Rumah Sakit (RS) Sumber Waras. Sebab bobot politik Pansus DPR itu berbeda dengan Pansus DPRD DKI Jakarta.
"Pansus DPR bisa merembet ke berbagai pihak, instansi, dan lembaga lainnya," ujar Sugiyanto, Rabu, 29 Juni 2016..
Menurut Sugiyanto, bukan hal sembarangan bila DPR membentuk Pansus. Dan apa pun bisa terjadi termasuk, Pansus meminta BPK membuka hasil audit investigasinya.
"Nah bila hasil audit investigasi dibuka maka KPK bisa mati langkah karena boleh jadi itu akan menjadi petaka kepada KPK," ungkap Sugiyanto.
Sugiyanto juga mengingatkan bahwa kedudukan DPR dengan Presiden itu sama dan seimbang. Sehingga Pansus juga bisa menjadi jalan bagi DPR mengunakan hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat.
"Mengapa demikian karena kasus Sumber Waras itu, terjadi di masa akhir Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta. Saat ini Jokowi sudah menjadi presiden dan tidak ada lembaga yang bobotnya seimbang bisa memangil presiden kecuali DPR-RI itu. Jadi jelas mengapa KPK kaget DPR-RI membentuk Pansus Sumber Waras," tutup Sugiyanto.
Yuyuk menuturkan, tidak ada pembahasan serius saat buka puasa bersama pimpinan KPK dengan pimpinan dan anggota Komisi III DPR di KPK, Senin 27 Juni 2016.
KPK, lanjut Yuyuk, mempertanyakan kenapa saat keluar selepas buka puasa Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo malah menyampaikan, bahwa Badan Musyarawah (Bamus) sudah memutuskan dibentuk Pansus RS Sumber Waras dan mengajukan surat ke pimpinan DPR untuk disahkan.
"Kemarin (Senin) itu enggak bahas serius. Wong cuma ngobrol-ngobrol. Di dalam itu cuman basa-basi saja ngobrolnya. Kenapa pas keluar jadi kayak begitu?" ujar Yuyuk, Selasa 28 Juni 2016,
Pimpinan KPK, kata Yuyuk, akan mendiskusikan bagaimana sikap selanjutnya. Dia juga belum menerima informasi kapan pembahasan akan dilakukan.
"Pimpinan belum bahas lebih lanjut soal itu sampai sore tadi," bebernya.
Yang pasti, kata Yuyuk, KPK masih akan tetap melakukan penyelidikan atas pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang merugikan keuangan negara Rp191,3 miliar. Tapi kelanjutannya bersyarat.
"Sejauh ini keputusan masih lanjut jika ditemukan bukti baru," bebernya.
Yuyuk juga mengomentari rencana DPR memanggil KPK, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan mantan Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki untuk dimintai klarifikasi tentang penyelidikan dan hasil audit investigatif BPK terkait pembelian lahan RS Sumber Waras. Pemanggilan ini akan dilakukan setelah Lebaran 2016.
"Kalau dipanggil ya kami akan hadir untuk menjelaskan, meskipun sebenarnya penjelasan juga sudah disampaikan saat RDP (Rapat Dengar Pendapat) beberapa waktu lalu," tandasnya.
Menanggapi kekagetan KPK ini, pengamat kebijakan publik, Sugiyanto menilai, wajar saja bila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kaget dengan langkah DPR yang membuat Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Rumah Sakit (RS) Sumber Waras. Sebab bobot politik Pansus DPR itu berbeda dengan Pansus DPRD DKI Jakarta.
"Pansus DPR bisa merembet ke berbagai pihak, instansi, dan lembaga lainnya," ujar Sugiyanto, Rabu, 29 Juni 2016..
Menurut Sugiyanto, bukan hal sembarangan bila DPR membentuk Pansus. Dan apa pun bisa terjadi termasuk, Pansus meminta BPK membuka hasil audit investigasinya.
"Nah bila hasil audit investigasi dibuka maka KPK bisa mati langkah karena boleh jadi itu akan menjadi petaka kepada KPK," ungkap Sugiyanto.
Sugiyanto juga mengingatkan bahwa kedudukan DPR dengan Presiden itu sama dan seimbang. Sehingga Pansus juga bisa menjadi jalan bagi DPR mengunakan hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat.
"Mengapa demikian karena kasus Sumber Waras itu, terjadi di masa akhir Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta. Saat ini Jokowi sudah menjadi presiden dan tidak ada lembaga yang bobotnya seimbang bisa memangil presiden kecuali DPR-RI itu. Jadi jelas mengapa KPK kaget DPR-RI membentuk Pansus Sumber Waras," tutup Sugiyanto.
Namun sangat disayangkan, KPK kini lebih sibuk mengurus kasus OTT I Putu Sudiartana yang kini nampak sangat sempurna sebagai pengalih perhatian publik dari proses hukum kasus Sumber Waras.