[portalpiyungan.com] Belum selesai penuntasan kasus Sumber Waras yang merugikan negara sebesar Rp 191 Miliar sesuai temuan audit BPK.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menemukan indikasi dugaan korupsi pembelian lahan dalam penggunaan anggaran APBD DKI 2015. Bila sebelumnya ada perbedaan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di Sumber Waras, kali ini pembelian lahan dilakukan di atas tanah milik DKI sendiri senilai Rp 648 Miliar, harganya pun kemahalan Rp 362,8 Miliar dibanding NJOP.
Staf ahli penanggung jawab pemeriksaan BPK Nyoman Wara mengatakan, sesuai laporan Hasil pemeriksaan (LHP) Keuangan Daerah DKI 2015, BPK akan melakukan pemeriksaan Investigatif atas Belanja Modal Pengadaan Lahan Untuk Pembangunan Rumah Susun Cengkareng Barat itu.
Pemerintah DKI Jakarta memang gencar membeli lahan untuk mencapai target yang diusung Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yakni membangun 17 ribu unit rumah susun sewa sederhana pada Oktober 2017.
Tanah yang dibeli seharga Rp 648 Miliar ini lokasinya di Cengkareng Barat, Jakarta Barat, seluas 4,6 hektare.
Pembelian itu bermasalah tak hanya setelah transaksi dilakukan pada November 2015—tanah itu ternyata milik Dinas Kelautan sejak 1967. Penduduk setempat juga memprotes sejak awal sampai-sampai Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah DKI Jakarta, sebagai pembeli, mengundang mereka pada 1 Oktober 2015.
Rasidin Nur, tokoh masyarakat yang dianggap tahu seluk-beluk tanah di Cengkareng, diundang dalam pertemuan itu. Ia diminta menjelaskan sejarah tanah di sana. Rasidin kemudian meminta pemerintah DKI Jakarta tak melanjutkan rencana pembelian lahan di Jalan Lingkar Luar tersebut. Namun pemprov DKI tetap membeli tanah itu.
“Itu sudah milik pemerintah, dan sebagian kecil lainnya dimiliki orang lain,” kata Rasidin Nur, Sabtu, 25 Juni 2016, dikutip Tempo.
Menurut Rasidin, dari 4,6 hektare lahan, sepengetahuannya pemerintah sejak dulu memiliki 3,6 hektare. Adapun 1 hektare sisanya dimiliki penduduk di sana, Farini Yapon.