Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membentuk panitia kerja (Panja) merespons utang luar negeri pemerintah yang terus meroket. Hingga periode Maret 2016, tercatat utang RI mencapai Rp 3,263 triliun.
Ketua Komisi XI DPR RI, Ahmadi Noor Supit mengatakan, pembentukan panja tersebut bertujuan untuk mengkaji besaran dan penggunaan utang yang terus meningkat.
“Kita sepakat membentuk panitia kerja (panja) pembiayaan dan utang negara, baik dalam bentuk surat berharga maupun pinjaman bilateral dan multilateral," kata Ahamdi, di Jakarta, Senin (23/5/2016), kutip Harian Terbit.
Ia menilai, persoalan utang negara sangat penting dibahas secara mendalam agar penggunaannya bisa lebih tepat sasaran. Selain itu, DPR juga meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk melakukan revaluasi aset yang akan digunakan kembali (roll over) oleh pemerintah.
Pengamat Ariady Achmad sependapat dengan dibentuknya Panja oleh DPR.
"Utang Indonesia sudah mencapai Rp 3.263,5 triliun. Namun pemerintah masih semangat menambahnya. Tak berlebihan jika parlemen gerah dan memilih membentuk Panitia Kerja (Panja) Utang guna mendalami duduk perkara utang negara yang makin mengkhawatirkan," ujarnya, seperti dilansir TeropongSenayan, Kamis (26/5).
Lebih lanjut Ariady Achmad menguraikan:
Rasanya tepat langkah kalangan legislator yang berada dalam Komisi XI itu membentuk Panja Utang. Sebab, manajemen utang negara ditengarai tidak dikelola secara hati-hati. Sebaliknya, setiap rezim pemerintahan seperti berlomba-lomba menambah utang dengan berbagai alibi.
Pertimbangan tingkat keamanan yang didasarkan pada rasio utang terhadap PDB patut dipertanyakan. Kenyataannya, ukuran ini tidak mampu memberikan peringatan dini. Atau bisa jadi peringatan itu diolah dan direkayasa untuk melegalkan keinginan rezim pemerintahan menambah utang.
Padahal utang yang ditempatkan sebagai pembiayaan pembangunan seharusnya ada pertanggungjawabannya secara jelas. Terutama penggunannya. Inilah yang harus menjadi perhatian oleh para legislator yang menjadi anggota Panja Utang nantinya. Panja Utang harus bisa menelusuri untuk apa sejatinya utang oleh negara ini.
Bagaimana jika ternyata utang untuk membayar gaji ke 13 atau bahkan ke 14 para PNS saat menjelang Pemilu atau Pilpres? Padahal, diberbagai daerah masih saja ditemui masyarakat yang hidupnya dibawah garis kemiskinan sehingga untuk makan dan berteduh saja kesulitan.
Bagaiama pula jika ternyata utang itu secara diam-diam digelontorkan dengan patgulipat ke perusahaan swasta? Siapa yang bertanggungjawab? Atau bahkan lebih konyol utang-utang negara itu justru hanya menguntungkan pihak asing. Percayakah tidak ada calo atau perantara?
Patut untuk menjadi perhatian Panja Utang adalah para birokrat yang bertahun-tahun menggeluti bidang ini. Rasanya mereka perlu untuk dimintakan penjelasannya. Apapun, merekalah yang mengetahui proses utang maupun penggunannya. Meski rezim pemerintahan silih berganti, mereka tetap melakoni tugas dan pekerjaan tentang utang.
Kita tidak ingin utang yang menjadi tanggungan negara ini menjadi modus tidak terpuji rezim pemerintahan. Ini perlu diingatkan bahwa siapapun rezim pemerintahan merasa benar melakukan utang sebagai konsekuensi prinsip defisit anggaran dalam APBN. Inilah modus paling aman menambah utang.