Terlalu Banyak, Paket Ekonomi Jokowi-JK Baru Berdampak 0,2%



Pengamat Ekonomi sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Firmanzah menilai dua belas paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan era pemerintahan Presiden Joko Widodo terlalu banyak.

Dengan banyaknya jumlah paket berikut isinya itu justru menjadi kelemahan. Sebab bakal menyulitkan komunikasi ke publik. "Kelemahan paket terlalu banyak dan menyulitkan komunikasi ke publik apalagi jika paket disampaikan langsung oleh Presiden," kata dia Jakarta, Rabu 25 Mei 2016.

Mantan Staff Khusus Presiden di era SBY ini melanjutkan, paket kebijakan ini bisa menjangkau publik lebih luas dan menyentuh jika sifatnya improvement.

Firmanzah mengatakan mestinya pemerintah dapat mempelajari kebijakan ekonomi yang pernah dilakukan pada tahun 1988 atau dikenal dengan Pakto 88. "Kita lihat tahun 88 ya memang kebijakannya cuma satu saja tapi langsung ke akar masalahnya setelah selesai baru dilanjut ke kebijakan yang berikutnya," tutur dia.

Indonesia pernah mencatat kebijakan Pakto 88, implementasi dari pemerintah bersama BI untuk melangkah lebih lanjut dalam deregulasi perbankan. Caranya dengan mengeluarkan Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88) yang menjadi titik balik dari berbagai kebijakan penertiban perbankan 1971-1972.

Firmanzah juga mengatakan, dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I tahun 2015 ekonomi tumbuh sebesar 4,7 persen dan di kuartal I tahun 2016 sebesar 4,9 persen.

"Jadi kalau kita lihat dampak dari 12 paket cuma 0,2 persen," kata dia.

Firmanzah melanjutkan, asumsi yang lainnya tetap tidak berubah dan masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Presiden Joko Widodo. "Rasanya itu tidak diinginkan oleh Presiden, dunia usaha dan juga masyarakat," tuturnya.

Senin sore, 23 Mei 2016, kemarin Presiden Joko Widodo memanggil para menterinya untuk Rapat Terbatas Khusus membahas evaluasi 12 paket yang telah diluncurkan.

Firmanzah menilai 12 paket itu memang perlu dievaluasi. Dari sisi Surat Keputusan (SK) dan aturan memang sudah 95 persen selesai. Namun yang terpenting, kata dia, bukan hanya selesai sampai disitu tapi juga soal realisasi dan sosialisasi.

"Yang terpenting realisasi dan sosialisasi ke sektor-sektor usaha, lembaga sehingga dapat bermanfaat untuk masyarakat," tukas dia.
Baca juga :