ALEPPO, apa kabarmu? Semoga kau tetap tegar dengan seluruh peristiwa yang terjadi. Lidahku kelu menyaksikanmu. Tangis dari seluruh penduduk bumi seakan-akan bermuara di lorong-lorong kotamu.
Aleppo, kekasihku. Kau menjenguk hatiku pada dingin subuh yang tiba-tiba. Dengan serangkai debu, darah dan air mata. Menyatu dan berkumpul. Di barak pengungsian, di puing reruntuhan, di selasar balaikota.
Aleppo, kekasihku. Kau mengajarkanku tentang pucuk dari seluruh ketegaran, simpul dari sejuta keberanian, dan lautan terdalam dari apa yang manusia sebut; kemanusiaan.
Oh, Aleppo. Dukamu mengiris kalbu. Menjadikanku seperti ditampar bertubi-tubi. Dalam wajah lugu dan jeritan pilu bayi-bayi.
Lalu, kemanakah manusia-manusia di bumi? Yang mengeluarkan kata-kata berbuih tentang cinta dan hak asasi? Aku hanya mendengar bisik-bisik. Dalam keputusasaan, dalam ketakutan, dalam ketakberdayaan.
Kisahmu serupa cerita. Tak nyata. Tak ada. Tak percaya. Tapi ada.
Oh, Aleppo. Kau yang menjadi saksi perjalanan Khalilullah. Kau yang menjadi saksi terbit dan tenggelamnya keagungan.
Oh, Aleppo. Kau juga menjadi saksi ketegaran manusia-manusia pengikut Bilal dan Sumayyah. Hanya katakan ahad, ahad, ahad. Tak mau tunduk di depan manusia. Tak mau bersujud di wajah Bashar Assad
Baca Juga:
Aleppo dan Kesunyian Dunia
Aleppo, Nasibmu Kini
[Aleppo Berdarah] Ada Apa dengan PERS Kita?
Perihal tentangmu, memang tentang keyakinan yang mengagumkan. Tiada ragu. Bertaruh jiwa. Hingga pupusnya.
Aleppo, Aleppo. Suatu hari aku bermimpi. Duduk di cafe di gerbang Souq al-'Atmah. Sambil kunikmati minuman hangat. Atau berjalan di lorong Khan al-Shouneh. Sambil menggoda para pedagang hingga mereka bersukacita menampakkan giginya.
Tapi ingin juga kukunjungi Queiq River pada purnama. Menyapa rembulan dan melantunkan lagu rindu dan perjalanan kafilah-kafilah dari negeri jauh. Atau berleha-leha di Bab al-Faraj. Sambil menyesap pelan-pelan es krim. Menunggu 'Isya tiba.
Aduhai. Betapa indahnya menggelar tikar bersama kerabat. Sambil menghabiskan Hummus, Baba Ghanous dan Za'atar. Dan kami habiskan malam dengan cerita tentang cuaca, musim buah dan kedamaian.
Duhai, Aleppo. Tegarlah. Kuatlah. Cinta dan airmataku telah aku kirimkan kepadamu. Berjuta-juta. Pada rembang senja yang merayap. Pada malam menjelang pagi. Pada hening yang berlapis-lapis.
Aleppo, kekasihku. Pagi dan sore aku bacakan do'a robithah yang indah. Kusisipkan do'a tentangmu dan negeri Syam. Dalam tangis dalam gugu dalam bisu. Dibalut sayap kekhusyukan kuterbangkan seribu harap kedamaian pada Tuhan.
Pintaku tak juga mewah. Menangkanlah kebenaran dan risalah Tuhan. Damaikanlah Aleppo kami yang tercinta. Segerakanlah janji Tuhan. Rezim lalim segera tumbang.
Dari saudaramu dalam cinta dan iman:
Bambang Prayitno, Anggota Keluarga Alumni KAMMI / RMOL.CO