Hakim Agung Gayus Lumbuun mengatakan carut marut di lembaga pengadilan, Mahkamah Agung (MA), tak lepas dari belum adanya sistem yang baik dan seyogianya pimpinannya harus ikut bertanggung jawab terhadap situasi itu.
"Adanya dugaan suap dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Sekjen MA Nurhadi, tidak dapat ditimpakan oleh seorang sekjen semata, tetapi pimpinan juga harus ikut tanggung jawab terhadap kelemahan sistem di MA," kata Gayus, usai menjadi pembicara dalam seminar nasional Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia ((APPTHI) di Malang, Rabu 25 Mei 2016 lalu.
Gayus memaparkan dalam bahasa militer sering dikenal istilah "threre is no soldier makes mistake, only general makes it", tak ada prajurit yang salah, tetapi jenderal lah yang harus bertanggungjawab terhadap kesalahan bawahannya.
"Itu yang sering disampaikan Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto," tegas mantan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP itu.
Menurut Gayus, sekjen dan Ketua, ibarat rumah tangga bagaikan suami istri, jika istri sakit, suami sudah pasti tahu gejalannya. "Itu sebabnya, saya selalu mendorong adanya perbaikan sistem di lembaga pengadilan tinggi di MA," katanya.
Dijabarkan Gayus, untuk menjadi seorang ketua dan wakil ketua di MA harus ada persyaratan sesuai dengan konstitusi.
Undang-undangnya antara lain berbunyi, untuk menjadi ketua dan wakil sekurang-kurangnya harus pernah menjabat sebagai hakim pengadilan tinggi tiga tahun dan karir sebagai hakim lebih dari 15 tahun.
Apakah pemilihan ketua dan wakil MA saat ini sudah sesuai dengan syarat itu, masyarakat dapat melakukan pengecekan agar perbaikan sistem kelembagaan juga berdampak pada profesionalisme kerja bidang tugasnya.