Kuasa hukum masyarakat Kampung Luar Batang Yusril Ihza Mahendra berjanji akan melawan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di pengadilan jika sampai menerbitkan Surat Perintah penggusuran Kampung Luar Batang, Jakarta Utara.
Yusril mengungkapkan, Kampung Luar Batang itu terdiri dari 3 RW, yakni 1, 2, dan 3, rata-rata warga yang tinggal di tempat tersebut memiliki sertifikat tanah, sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), hak milik, girik, dan akta jual-beli sejak zaman Hindia-Belanda.
Menurut Yusril, hanya sedikit saja warga yang tak memiliki seritfikat tersebut. Semua surat tersebut, merupakan bukti nyata dan otentik milik warga akan status kepemilikan tanah Kampung Luar Batang.
"Status tanah itu kan turun temurun sehingga bukti itu ada. Nah, negara tidak memiliki tanah itu, hanya menguasai. Negara mengatur peruntukan tanah pada siapa saja yang memohon," ungkap Yusril pada wartawan di Ampera, Jakarta Selatan, Selasa (3/5/2016), dikutip Sindonews.
Yusril menuturkan, Pemprov DKI hingga kini tidak bisa membuktikan sertifikat tanah Kampung Luar Batang. Itu pun semakin memperkuat kalau Kampung Luar Batang milik warga.
Jika memang Pemprov DKI menginginkan tanah tersebut, maka pemerintah wajib membelinya dari warga. Jika melakukan penggusuran pun harus memberikan ganti rugi dan mengubah statusnya dari milik rakyat menjadi HGB atau hak pakai milik Pemprov DKI, bukan main usir seenaknya.
Yusril menegaskan akan menyeret Ahok ke pengadilan.
"Kalau sampai Gubernur Ahok mengeluarkan surat perintah penggusuran dan pembongkaran, kami akan lawan di pengadilan. Pak Ahok jangan cuma suruh lurah dan camat menggusur saja dong," ujarnya.
Sebelumnya, Yusril sudah bikin Ahok keok di kampung Bidara Cina.
Yusril yang menjadi Kuasa Hukum warga Bidara Cina, Jakarta, memenangkan perkara hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) melawan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dalam pembacaan putusan di PTUN Jakarta, Senin 25 April 2016, majelis hakim memenangkan gugatan warga Bidara Cina.
Alasannya, karena menganggap SK Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terkait penetapan lokasi untuk pembangunan sodetan Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur telah melanggar asas-asas pemerintahan.