Lebaran 2016: Menjungkir Balikkan Harga Pangan dengan IMPOR


Penulis: Sigid Kusumowidagdo

Presiden Jokowi telah menjanjikan menjelang lebaran mendatang akan "menjungkir balikkan" harga-harga pangan sehingga turun. Misalnya harga daging sapi tidak boleh lebih dari Rp 80.000 per kilogram.

Memang ini akan menyenangkan rakyat jika terjadi, karena haraga pangan sejak lebaran tahun lalu terus naik dan tidak pernah turun ke harga awal.

Bagaimana caranya? Rupanya sudah dipersiapkan dengan impor pangan.

Berikut DATA-DATA IMPOR bahan pangan dari Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian semua untuk Januari s/d April 2016 (kecuali jika disebut bulannya).. Sebagian data hanya menyebut kuantitas barang sebagian lain dengan nilai uangnya:

1. BERAS, Januari 382,548 ton, Pebruari 298,375 ton
2. JAGUNG, Pebruari-April 962.000 ton
3. GULA KRISTAL 840.600 ton
4. GULA MENTAH 2,6 juta ton
5. GARAM, Jan-Maret 453.968 ton = US $ 17,8 juta
6. GANDUM, 774.574 ton (64,7% untuk makanan 35,5% pakan)
7. TEPUNG TERIGU, 475.000 ton
8. SAPI, 200.000 ekor
9. DAGING SAPI (BEKU) = 10.000 ton
10. BAWANG PUTIH (ex-China) Jan - Peb 98.414 ton = US$ 74,8 juta
11. KENTANG = 14.082 ton =US $ 7,1 juta
12. CABAI, Jan - Maret = 923 ton = US $ 1,01 juta
13. CABAI KERING TUMBUK= 968 ton = US $ 1,3 juta.
14. KELAPA (Thailand & Filipina) = 320 ton = US $ 992.943
.
Di luar bahan-bahan pokok ini masih banyak impor bahan pangan lain: hortiikultur (sayuran & buah2 an), Ikan laut dan makanan olahan (processed food) dsb yang nilainya juga besar.

Dampak sampingan dari bahan pangan impor adalah menekan harga bahan pangan yang diproduksi petani kita, seperti; harga daging/sapi lokal, beras, bawang, gula dsb.

Hal itu bisa dilihat dampaknya dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang terus turun di Triwulan 1 2016, karena harga hasil produksi petani kita tertekan rendah sedangkan harga barang-barang yang dikonsumsi petani terus naik.

Untuk impor pangan, pemerintah telah mengantongi pinjaman luar negeri baik dari pinjaman bilateral, multilateral maupun obligasi (surrat utang) negara yang besar.

Jadi impor, yang menyedot devisa, itu cara gampang pemerintah untuk mewujudkan recananya untuk menjungkir balikkan harga pangan menjelang lebaran nanti.

Bulan Januari-April 2016 impor barang konsumsi naik 16,42% tetapi justru impor bahan baku/bahan penolong, komponen untuk produksi indiustri menurun 13,38% artinya produksi industri kita belum akan "meroket".

KESIMPULAN: Rencana strategis swasembada pangan atau pengurangan impor pangan oleh Pemerintah Jokowi-JK baru sekedar retorika politis, tidak ada indikator keberhasilan yang nyata dan terukur jelas.


Baca juga :