Perudungan (bullying) senior terhadap junior kembali terjadi di salah satu SMA di Jakarta. Aksi yang terekam dalam video berdurasi sekitar 37 detik itu tersebar di media sosial.
Salah satunya diunggah akun Instagram bernama Momoyivana. Hingga berita ini ditulis, video yang diunggah 5 hari lalu itu telah mendapatkan 1.194 like dan 938 comments. Berdasarkan komentar para netizen, diduga kuat para pelajar tersebut berasal dari SMAN 3 Setiabudi, Jakarta Selatan. Dalam video tersebut, sejumlah siswi seragam batik terlihat duduk melingkar sambil menundukkan kepala. Mereka terlihat pasrah sambil mendengarkan ocehan siswi lain yang diduga sebagai kakak kelas dengan kata-kata kasar dan tak pantas.
Mereka mendapatkan perlakuan tak manusiawi. Sesekali gadis-gadis yang jongkok ketakutan itu disiram air dan abu rokok. Bahkan, salah satu siswi dipaksa mengisap rokok hingga matanya berkedip-kedip perih terkena hembusan asapnya.
Gadis-gadis yang masih duduk di bangku SMA tersebut juga mendapatkan pelecehan seksual secara verbal dan nonverbal. Bahkan salah satu siswi dipaksa mengenakan bra di luar baju sekolahnya.
Bedasarkan data yang dihimpun, peristiwa tersebut terjadi pada Kamis 28 April 2016. Bullying tersebut dilakukan di luar sekolah dan disaksikan sejumlah pelajar.
Kepala Sekolah SMAN 3 Setiabudi, Ratna Budiarti membenarkan kejadian tersebut. Menurut dia, aksi tak patut itu dilakukan siswi kelas XII kepada siswi kelas XI dan X.
"Saat ini kami sedang mencari data dan menginvestigasi kasus tersebut. Kejadiannya pada saat pulang sekolah hari Kamis," ujar Ratna saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa 3 Mei 2016.
Menurut Ratna, aksi bullying itu tidak sampai menimbulkan korban luka fisik pada anak didiknya. Kendati, pihaknya tetap akan menyelidiki dan menindak tegas para pelaku.
Saat ini pihak sekolah akan segera memanggil para wali murid dan beberapa alumni yang terlibat dalam kasus tersebut.
"Nanti kita akan rundingkan sanksi yang akan diberikan kepada pelajar yang melakukan aksi bullying," jelas dia.
Bullying yang terjadi di SMAN 3 Jakarta ini bukan yang pertama kali. Beberapa waktu sebelumnya, bullying juga terjadi di sekolah tersebut hingga menewaskan satu orang siswa.
Menanggapi kasus tersebut, Menteri Anies Baswedan menuding pihak sekolah dan orang tua kurang peka menanggapi tanda-tanda kekerasan yang menjurus kepada proses perundungan.
"Kekerasan itu muncul ada tahapnya. Biasanya kita hanya memperhatikannya jika sudah sampai ke puncak. Karena itu, sekolah, orangtua harus bisa membaca tanda-tanda akan terjadinya kekerasan," kata Anies Baswedan di Kuningan Jakarta, Rabu 5 Mei 2016.
Menteri Anies pun menilai, siswa pelaku perundungan tak perlu mendapat hukuman.
"Dua-duanya korban, karena itu harusnya ada pembinaan pada keduanya," katanya.
Sedikit berbeda pandangan dengan Anies, Chandra Sari, seorang guru di sebuah sekolah menengah di Bogor menjelaskan, banyaknya kasus perundungan (bullying) menunjukkan bahwa pendidikan agama dan budi pekerti yang selama ini dipandang sebelah mata, bahkan sempat dipertimbangkan untuk dihapus dari kurikulum ternyata masih sangat perlu untuk tetap diberikan kepada siswa.
"Selama ini, banyak orang berpendapat bahwa pendidikan agama dan budi pekerti adalah hal yang privat dan tak perlu diberikan di sekolah. Ini keliru. Ada banyak hal positif yang bisa ditanamkan ke siswa didik melalui 2 pelajaran tersebut." ujar Sari.
Senada dengan Sari, Nalurita, seorang psikolog dari Universitas Negeri Jakarta juga mengungkapkan pentingnya pendidikan agama dan budi pekerti.
"Pendidikan agama dan budi pekerti seyogyanya menjadi tanggung jawab 3 pihak. Orang tua atau keluarga, masyarakat dan institusi pendidikan. Jadi tak bisa diserahkan sepenuhnya kepada orang tua, atau juga tak bisa dipasrahkan sepenuhnya pada sekolah. Butuh sinergi dari ketiga unsur itu." tandasnya.
"Sudah diberi pelajaran agama dan budi pekerti di sekolah saja, masih banyak siswa yang melenceng. Apalagi jika tidak diberi pelajaran?", tutupnya.
VIDEO BULLYING SMA 3