Antara Membina dan Membinasakan
By: Nandang Burhanudin
Hingga detik ini kita tak peroleh penjelasan, apa benar seorang Antasari Azhar melakukan pembunuhan terencana. Kita hanya dikasih suguhan. Antasari dipenjarakan, lalu karirnya di KPK dibinasakan. Kini kita paham, setelah KPK tak lagi bertaring dan kini dikangkangi koruptor itu sendiri.
Kita tak paham hingga kini. Benarkah Prof. Baharudin Lopa wafat normal saat umroh di Saudi. Ataukah tak terlepas dari konspirasi orang-orang yang terusik dengan aksi pemberantasan korupsi beliau waktu itu? Kita hanya cukup dengan informasi, wafat. Itu saja.
Mari sejenak berpikir. Tak ada kebetulan, bila sudah berkaitan dengan kasus besar. Bukankah seorang Mr. Erdogan telah memperingatkan Presiden Mursi, ada geliat kudeta yang dilakukan AsSisi. DR. Mursi yang terlalu berhusnuzhan, menyangkalnya. Sebab idiom dan tampilan AsSisi meyakinkan.
Jadi. Ada baiknya kita pahami posisi dan perhatikan situasi kondisi. Su'uzhon kepada musuh, bagian dari strategi. Alharbu khud'ah. Perang itu tipu daya. Karena tak paham posisi dan sikon, kita bersikap lalai, santai dan abai. Di kala musuh siap membantai sedang kita lemah lunglai dan terkulai.
Tempatkan cinta dan benci. Fokus bersama dan sama-sama fokus. Musuh siap dengan segala intrik dan modus. Pertahankan sayap pertahanan dan penyerangan. Sayap targhib dan tarhib. Siapa di posisi menyerang. Siapa di posisi bertahan. Keduanya diperlukan, dual VVTI yang akan mensolidkan.
Serahkan semua pada ahlinya. Jika ada perbedaan pendapat dalam hal kaifiyyat (gaya, style, tata cara) dan mutaghoyyirot (hal faktual yang berubah). Lapangkan dada. Ingat nasihatnya Syaikh Muhammad AlGhazali:
من أمارات العظمة أن تخالف امرءاً فى تفكيره
أو تعارضه فى أحكامه
ومع ذلك تطوى فؤادك على محبته وتأبي كل الإباء أن تجرحه
"Di antara ciri keagungan jiwa pemimpin. Dirimu boleh jadi menentang ide pemikiran atau tidak menyutujui sebagian keputusan hukum pihak lain. Tapi hatimu tetap membuka ruang cinta baginya dan menolak cara apapun yang dapat melukainya." (Buku AlHaqq AlMurr)
Negara ini selalu disalahgunakan penguasanya. Soekarno menistakan Buya Natsir, Buya Hamka, dan para pejuang Islam di era kemerdekaan. Soeharto pun tak jauh beda. Demikian dengan Gus Dur, Megawati, hingga Jokowi. Uniknya semua yang disingkirkan adalah kalangan kritis yang berjasa pada Republik.
Indonesia lupa pada posisi yang tengah jadi target kolonial modern. Pun lupa bahwa posisi Indonesia teramat penting di mata dunia. Justru perilaku rezim berkuasa, kukuh dalam persekongkolan menistakan anak bangsa yang berjuang tak berharap tanda jasa. Mereka bukannya dibina, tapi malah dibinasakan. Wallahu A'lam.