[Aleppo Berdarah] Ada Apa dengan PERS Kita ?


Dua pekan terakhir, Aleppo berdarah, hancur lebur dihantam konflik. Walaupun begitu, isu ini seperti tak menarik minat jurnalis negeri ini sigap meresponnya sebagai informasi yang bernilai berita? Padahal di saat yang sama, kepekaan dan kepedulian bangsa ini atas isu kemanusiaan di Aleppo menyeruak hebat.

Di berbagai media sosial cukup riuh berisi simpati, kecamam dan ajakan kepedulian. Alih-alih bersimpati, pers menuliskannya saja TIDAK! Di puncak penghilangan nyawa warga sipil Suriah, sama sekali tak muncul satu pun artikel, baik itu opini, feature, softnews, apalagi hardnews tentang isu Aleppo. ‘Gugatan nurani’ ini berdasar pada penelusuran online di Antaranews. Ketik kata 'Aleppo' di kolom pencariannya, kita takkan menemukan satupun artikel yang bercerita tentang Aleppo.

Tulisan terakhir yang bercerita tentang Suriah dirilis oleh Kantor Berita Antara tanggal 22 April dengan judul Amerika Serikat Terpecah Akibat Kebijakan Rusia di Suriah. Kemudian tulisan berikutnya yang bercerita tentang Aleppo dirilis tanggal 12 April mengambil judul Militer Suriah Kerahkan Balatentara ke Aleppo. Selain dua tanggal itu, tak ada lagi pemutakhiran tentang Aleppo dan Suriah oleh kantor berita Antara.

Ini menggelitik. Bukankah Antara kantor berita nasional yang menjadi kiblat, rujukan informasi dan data dari berbagai media nasional lainnya di Tanah Air? Jika Antara saja tak menulis tentang Aleppo, maka media lokal lain pun bisa dipastikan takkan menuliskannya.

Saya mencatat hanya Kompas.com - media milik kelompok usaha Gramedia - menulis kisah Aleppo dalam hari-hari terakhir meskipun krisis kemanusiaan yang menyeruak hebat di Aleppo tetap tak jadi agenda utama apalagi fokus utamanya.

Framing yang demikian oleh media daring nasional kita mengisyaratkan pemerintah dan media tak ingin terlibat terlalu jauh dengan Aleppo sehingga harus berdiri di "jarak aman". Meskipun harus menutup mata terhadap hilangnya nyawa dan sengsaranya ribuan orang sebagai akibat penanganan bersenjata di Suriah beberapa hari belakangan ini.

Hasil pencarian dengan mesin pencari google bertolakbelakang untuk kata kunci "Aleppo". Media internasional arusutama seperti Aljazeera, theguardian, New York Times, thehufftingtonpost, BBC, Deutsche Welle, middleeastonline, terus memperbarui kabar Aleppo dalam hitungan menit. Tiap memperbarui laman internet di mesin pencari google, kita bisa menemukan isu baru tentang Aleppo.

Judul-judul yang diangkat oleh ragam media online internasional ini pun amat variatif. Ini sebagian diantaranya: Crisis in Aleppo on UN Security Council's Agenda (RTE.ie media Rusia), Syrian Peace Talks Move to Berlin with Aleppo on the Brink (Deutsche Welle, media Jerman), In Aleppo, We Are Running Out of Coffins (New York Times, media Amerika), Hanging By Thread: Aleppo Hostilities Risk Pushing Syria to Point of No Return (Times of India, media India), Rebuilding Syria's Aleppo Under Fire (Aljazeera, media Qatar),  Aleppo Hospital Hit as City Faces Humanitarian Catastrophe (theguardian media Inggris), Dozens Killed in Aleppo Battle” oleh (Channel News Asia, media internasional Asia), Rebels Launch Assault in Syria's Aleppo (dailytelegraph.com.au,  media australia).

Bayangkan saja beragam judul tulisan dari puluhan media internasional itu, sama sekali tak menjadi rujukan. Tergantikan dengan judul-judul atau peristiwa-peristiwa yang "kering kemanusiaan" di media nasional kita. Apa yang salah? Mengapa media lokal enggan mengedukasi masyarakat tentang krisis di Aleppo? Sangat mungkin ini imbas dari ‘global stigmatic terror’ yang memukul rata sikap empatik atas krisis Suriah segaris dengan simpati atas ISIS. Sekumpulan besar orang-orang lintas negara yang muncul dari antah-berantah, memberi warna kusam pada perjuangan (warga) Islam di belahan Timur Tengah yang tengah menginginkan perubahan besar di negerinya.

Krisis kemanusiaan dalam situasi apapun, di mana nyawa manusia dibuat tak berharga, adalah info sangat layak berita. Padahal peran suci media massa, yang memegang ‘satu hukum besi jurnalisme’ harus menginformasikan apa yang berguna, terutama yang membela harkat kemanusiaan.

Bukankah hakikat berita itu tentang dan demi manusia? Kalau krisis kemanusiaan sehebat tragedi Aleppo luput dari publikasi media nasional Indonesia, media sedang meninggalkan pilar prinsipilnya. Ia mengurangi kesungguhan dalam menyandang mandat atau hukum bekerja atas eksistensinya sebagai bagian dari jurnalisme.

Tak ada cara lain untuk memulihkan ini, kecuali segera bersikap obyektif dan berdiri di atas landasan moral demi kemanusiaan. Lalu ikut menghidangkan terus fakta terkini Aleppo. Jika tidak, siap-siap kehilangan trust, yang jadi pilar penting penopang eksistensi media massa. Penulis percaya, LKBN Antara dan media nasional kita segera bangkit mengatasi ‘stigmatic terror’ ini dan lebih obyektif menyebarluaskan informasi yang pro-kemanusiaan.

Penulis: Shulhan Syamsur Rijal
Global Philanthropy Media - ACT Foundation
Editor: Tim Piyungan Online
Baca juga :