Ketika kasus pembunuhan terhadap Siyono, imam masjid di Cawas Klaten, tanpa peradilan oleh Densus menjadi trending topic, ada pihak yang pro-densus dan kontra.
Pihak yang pro-densus mengatakan pihak-pihak yang menentang pembunuhan Siyono sebagai “orang yang menentang penguasa”, kemudian mereka pun mengeluarkan dalil (baca: dalih) untuk mendukung pendapatnya.
Diantara yang mereka sebutkan adalah hadits-hadits tentang sabar menghadapi penguasa yang zalim. Tentu ditambah dengan menyebut pihak-pihak yang menentang aksi biadab densus sebagai pemberontak, khawarij, dsb.
Lalu bagaimana sebenarnya duduk permasalahannya, dan apa sikap yang sesuai syariat dalam masalah ini? Dengan mengharap pertolongan Allah, mari kita bahas secara ringkas:
Pertama: Tidak boleh mentaati penguasa dalam bermaksiat kepada Allah SWT.
Berdasar hadits yang masyhur dari Rasulullah SAW,
لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiyat kepada al Khaliq (Allah)”
Dan termasuk kezaliman yang besar adalah membunuh seorang Muslim tanpa alasan yang haq.
Allah SWT berfirman:
(وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا)
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (An-Nisaa’: 93).
Rasulullah SAW bersabda,
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Lenyapnya/ hancurnya dunia lebih rendah kedudukannya di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim tanpa hak.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 2619; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Ibni Maajah 2/339).
Kedua: Agama ini adalah nasehat.
Rasulullah SAW bersabda,
الدين النصيحة ثلاثا قلنا لمن يا رسول الله قال لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم
“Agama ini nasehat! (3x). Kami bertanya: ‘Nasehat untuk siapa wahai Rasulullah?’ Rasul menjawab: ‘Untuk Allah, KitabNya, RosulNya dan Pemimpin kaum muslimin serta rakyatnya’.” (HR. Muslim).
Ketiga: Kewajiban untuk merubah kemungkaran.
Rasul SAW bersabda,
من رأى منكرًا فليغيره بيده، فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
“Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, sekiranya dia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan sekiranya dia tidak mampu (juga), maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah keimanan.” (Riwayat Imam Muslim dalam Sahihnya dari hadis Abu Said r.a).
إن الله يسأل العبد يوم القيامة حتى يقول له: ما منعك إذا رأيت المنكر فلم تغيره؟ فيقول: خشيت الناس، فيقول الله تعالى: (أنا أحق أن تخشاني).
“Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada hambaNya di hari kiamat sehingga Dia berfirman: Apa yang menghalangi kamu apabila merlihat kemungkaran namun kamu tidak mencegahnya? Maka dia pun menjawab: Aku takut pada manusia. Maka Allah berfirman: Aku lebih berhak untuk engkau takuti.” (Riwayat Imam Ahmad dalam Musnadnya dari hadis Abu Said Al-Khudri r.a).
Termasuk kemungkaran yang dilakukan oleh penguasa, wajib untuk dirubah.
ستكون أمراء من دخل عليهم فأعانهم على ظلمهم وصدقهم بكذبهم فليس مني ولست منه ولن يرد على الحوض ومن لم يدخل عليهم ولم يعنهم على ظلمهم ولم يصدقهم بكذبهم فهو مني وأنا منه وسيرد على الحوض” – صحيح الترغيب والرهيب للألباني.
“Akan datang suatu pemimpin dimana orang yang mendatanginya dan menolong kedzolimannya, dan membenarkan kedustaanya, maka dia bukan golonganku dan aku bukan golongannya dan tidak akan minum air telagaku. Dan barangsiapa yang tidak mendatanginya dan tidak menolong kedzolimannya juga tidak membenarkan kedustaannya, maka dia golonganku dan aku golongannya, dan akan meminum air telagaku”. (Shahih At Targhib wat Tarhib oleh Al Albani)
ان رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada seorang nabi pun yang Allah utus pada satu umat sebelumku kecuali memiliki pembela-pembela (hawariyun) dari umatnya dan sahabat-sahabat yang mencontoh sunnahnya dan melaksanakan perintahnya, kemudian datang generasi-generasi pengganti mereka yang berkata apa yang tidak mereka amalkan dan mengamalkan yang tidak diperintahkan. Siapa yang menghadapi mereka dengan tangannya maka ia seorang mukmin, siapa yang menghadapi mereka dengan lisannya maka ia seorang mukmin, dan siapa yang menghadapi mereka dengan hatinya maka ia seorang mukmin. Tidak ada setelah itu sekecil biji sawi dari iman.” (HR. Muslim, Kitab Al Iman no. 71)
Selengkapnya: http://www.kiblat.net/2016/04/10/sikap-terhadap-kezaliman-penguasa/