Penulis: Hisyam Munawar
Sejarah menjadi obyek konflik paling keras antara bangsa Palestina sebagai pemilik tanah dan agresor zionis yang datang merampas Palestina. Karena itu, saksikan bagaimana Israel berusaha keras memanupulasi sejarah dan fakta, bahkan “dijual” untuk membuktikan eksistensi ilusi mereka.
Situs Israel Yediot Aharonot belakangan mengungkap, dubes Israel di PBB, Dany Danon membuka pameran foto dan stiker Israel untuk propaganda di kantor PBB di di New York untuk memperbaiki citra dan image penjajah. Pameran itu bertajuk: “Zionisme; Kembalinya Bangsa Asli”. Selama pameran, untuk pertama kalinya dalam konflik dengan zionis secara praktis menggunakan istilah ilmu politik dan sosial yang marak digunakan di abad lalu untuk menjaga dan melindungi “bangsa asli”. Jadi, Israel mengpresepsikan diri sebagai bangsa yang mengalami diskriminasi di era kolonialisme. Sebuah pemutar balikan sejarah dan fakta yang biadab.
Terlihat dalam pamerah foto ini bagaimana Israel bersilat lidah sejak dia menguasai paksa Palestina. Sejak didirikan di akhir abad 19 Israel bicara tentang eksistensinya diri dari legalitas agama dan janji tuhan, kemudian disusul dengan dalih janji Balfour tahun 1917 untuk mendirikan negeri untuk bangsa yahudi di Palestina berdasarkan Torah dan kisah Bani Israil. Di pameran ini, Israel berusaha mengidentikan dirinya sebagai “bangsa asli” yang berarti pemilik hak bersejarah yang kembali ke negerinya.
Propaganda zionisme saat ini menggunakan narasi liberalism dan hak asasi manusia yang bersifat universitas untuk menghadapi keyakinan tentang lahirnya penjajah Israel dengan kolonialisme yang membedakan antara kolonialisme dua abad 19 dan 20 di satu sisi dan membedakan. Israel ingin mereka berbeda dengan persepsi dari rencana negara-negara colonial yang ingin mempertahakan “bentengnya” (Israel) di jantung negeri Arab.
Kenapa Israel menempuh narasi baru ini? Dengan narasi ini, Israel ingin menghadapi gerakan boikot internasional atas mereka dan menurunnya legalitas mereka percaturan opini dunia. Ya mereka ingin menandaskan “narasi hak asasi” yang bisa mendukung propaganda Israel bahwa mereka harus mendapat keseataraan budaya dan perabadan antara Israel dan barat.
Di bawah stiker: “Zionisme; kembalinya bangsa asli”, kedutaan Israel menulis, “Zionisme adalah gerakan pembebasan bangsa yahudi yang bercita-cita selama 1900 tahun untuk mengalahkan represif dan ingin mengamblikan haknya dalam menentukan nasib di negeri asal mereka (Indigenous Homeland). Maka selama 2000 tahun setelah negeri mereka dijajah dan mengalami represif dari tangan Romawi, kini yahudi saatnya kembali ke tanah Israel untuk bergabung dengan warga yahudi yang sudah ada di sana dan mengembalikan kemerdekaan mereka. Di tahun 1890, salah satu pendiri zionisme politik modern asal Austria, Theodore Hertzel mengembangkan mimpi ini menjadi gagasan politik modern dan mendirikan Gerakan Zionisme Modern dan memimpin gerakan ini hingga berdiri resmi “Israel” tahun 1948”.
Pameran poster, stiker dan foto itu tak satupun melepaskan “kata-kata” tentang nasib bangsa asli yang hidup di Palestina yakni bangsa Arab Palestina, tak pula menyinggung pembantaian dan pengusiran brutal gerakan zionis terhadap bangsa Palestina dimana negeri mereka dijajah dan dihancurkan. Pameran hanya berisi tentang papan kanvas yang dianggap sebagai wahyu sejarah zionis di Palestina sepanjang sejarah. Setiap sisi kanvas ingin menggambarkan bagaimana yahudi diperbudak di Roma setelah kuil II mereka dihancurkan di tahun 70 masehi setelah Yahudi membelot dari Romania. Kanvas lukisan lain menggambarkan legenda mitos bunuh diri massal kelompok Yahudi ekstrim di Masada dan foto kapal imigran yahudi setelah Perang Dunia ke-2 ke Palestina dan foto Tel Rabi (Tel Aviv) modern dan Al-Quds modern.
Dalam salah satu sudut pameran foto tertulis tema; “Al-Quds adalah ibukota spiritual dan materislme bangsa yahudi” yang dibawahnya tertera keterangan, “Bangsa yahudi adalah bangsa asli di Al-Quds. Mereka bertahan di sana sejak tahun 1000 Sebelum Masehi. Al-Quds (Jerusalem) adalah pusat dan poros kehidupan yahudi, pusat agama bagi lebih dari 3000 tahun, ia disucikan bagi umat Kristen dan Muslim.”
Stiker dan foto juga berisi kubah Shakrah dan tembok Al-Barraq dan gereja al-Qiyamah serta gambar jamaah shalat dari warga Yahudi sebelum era mandate Inggris di Palestina.
Situs Yediot Aharonot mengisyaratkan, PBB setuju dengan pemeran foto ini namun memerintahkan agar menghapus sejumlah foto yang akan dipamerkan. Ini dinilai Danon (dubes Israel) sebagai upaya menghidupkan resolusi PBB tahun 1976 yang menggolongkan gerakan zionisme sebagai gerakan rasisme. Namun PBB sendiri telah menganulir resolusi itu 16 tahun kemudian.
Namun Israel menilai sikap PBB menghapus sebagian foto pameran itu sebagai sikap meragukan eksistensi bangsa yahudi.
Agaknya, usaha penjajah Israel menenggelamkan sejarah Palestina dan menghapusnya dari peta dunia akan terus berlanjut di tengah tidak adanya dukungan Arab dan Islam terhadap hak-hak Palestina. namun pemerinah penjajah Israel bersama para sejarawan bayaran akan terus melakukan usaha manupulasi sejarah dan menciptakan kebohongan-kebohongan dan memutarbalikkan fakta jauh dari system perundang-perundangan dunia. Bisa jadi suatu hari masjid Al-Aqsha tiba-tiba menjadi bagian dari warisan yahudi di Al-Aqsha sementara kita tidak sadar. (at/infopalestina)