Bukan soal salah Jokowi memimpin didalam soal kegaduhan politik dengan adanya fenomena pecahnya Partai Politik.
Tahukah anda, Fenomena Pecahnya Partai Politik di era Pemerintahan Jokowi adalah pemuasan hegemoni politik ‘Balas Dendam’.
Pecahnya Partai Golkar dan Partai PPP, ditambah ‘tegangnya’ persoalan di PKS adalah hasil pemuasan hegemoni politik ‘balas dendam’ dari sebuah kekuatan lama.
Kekuatan lama siapa? Mungkin bisa dijelaskan dengan gambaran berikut ini; kekuatan lama yang dibuat pecah dan sulit dimasa orde baru, berjuang dengan keterbatasan dan pengawasan ketat sehingga mungkin pantas label ‘Perjuangan’ berada di belakang nama partai tersebut.
Dulu dengan operasi intelejen, mereka dibuat pecah.
Sekarang pun sama, mereka membuat pecah partai politik ‘sejamannya’ dengan operasi intelejen (politik balas dendam).
Pecahnya Partai Golkar dan PPP; adalah partai ‘sejamannya’ yang diam bahkan dinilai bagian dari kekuatan orde baru yang menghancurkan mereka luluh lantak.
Memecah dengan melemparkan issu dan kubu; karena target memecah dua partai politik itu adalah tujuan lama ‘balas dendam’ akan bagaimana rasanya memiliki partai yang pecah.
Ironisnya, mereka memakai tangan yang sama; orang dibalik intelejen yang sama ketika kasus ‘kudatuli’ terjadi, pemuasan akan luka.
Era Pemerintahan Jokowi dianggap sebuah masa ‘pemuasan’ akan keinginan memecah partai politik yang dulu dianggap ‘bagian’ dari hegemoni orde baru, kegaduhan pecahnya partai politik bukan salah Presiden saat ini, Jokowi hanya bagian ‘petugas partai’; sementara dibagian lapangan adalah tugas intelejen untuk memeberikan luka yang lama.
Rasa luka, dipecah dengan issu dan kubu; sehingga melahirkan kalimat ‘Perjuangan’ dibelakang nama partainya, itu yang harus dirasakan Golkar dan PPP saat ini.
Ketika kunci kekuasaan dipegang, tidak ada yang lain di pikiran selain melampiaskan ‘politik balas dendam’ kepada partai partai sejaman yang dulu diam bahkan dikatakan bagian dari kekuasaan orde baru.
Berharap dihati kecil, agar Golkar dan PPP juga merasakan apa yang namanya ‘perjuangan’; bagaimana mengembalikan kekuatan diri dalam kondisi habis habisan dibatasi dan diawasi; dibatasi karena dianggap ilegal, diawasi karena sulitnya pengurusan kepengurusan partai di negara.
Apa yang dulu mereka rasakan, kini harus dirasakan Partai Golkar dan PPP.
Lalu bagaimana dengan PKS?
PKS adalah partai dimana kekuatan reformasi lahir, dianggap potensial menjadi sebuah partai besar yang akan memiliki sejarah layaknya partai besar lain yang sudah lama ada di tanah air.
Publik sering menyamakan kekuatan ‘kunci’ PKS yang sudah dianggap setara dengan Golkar, PPP dan PDI Perjuangan mesin politik yang solid, dengan kekuatan yang sangat militan.
Lalu bagaimana cerita politik balas dendam itu bisa ada didalam tubuh PKS?
Ingatan dan pikiran kita harus dibawa ketika pemilihan presiden di tahun 1999, ketika Partai PDI Perjuangan muncul sebagai pemenang pemilu.
Namun, harus gagal menjadikan sang ketua umum Megawati Soekarno Putri menjadi Presiden RI pasca Orde Baru tumbang.
Terpilihnya Abdurrahaman Wahid adalah hasil dari perjuangan Poros Tengah yang diketahui motor perjuangan di parlemennya adalah PKS.
Poros tengah dianggap politik gerilya yang diinisiator PKS dan Amien Rais.
Akibat politik poros tengah, maka sang ketua umum ‘perjuangan’ pun gagal menjadi presiden RI; hal inilah yang menjadikan nama PKS sebagai salah satu target untuk terus dibuat gaduh (mengikis kesolidan).
Operasi Intelejen dengan di awali issu dan kubu, sebelumnya dengan issu bagian dari kekuatan cendana serta dengan adanya opini tentang faksi sejahtera dan faksi keadilan dengan mengklasifikasikan ‘ini orangnya siapa’, adalah taktik lama untuk mengikis kesolidan partai.
Aroma sama namun beda resepnya (seperti Golkar dan PPP).
Memecah Kesolidan, dengan harapan kedepannya pecahnya partai baik secara nama dan struktural.
Partai sekelas PKS adalah bagaimana dipecah secara pemikiran setelah di berikan percobaan dengan terpaan badai konspirasi issu korupsi.
Pemecatan sosok Fahri Hamzah adalah buah yang sudah lama ditanam, dari issu issu, agitasi dan propaganda yang sudah lama ditebar seperti bagian dari kekuatan cendana dan faksi faksi yang ada.
Internal PKS terjebak dalam opini dan issu yang ditanam, sehingga menjadi sebuah ‘pembenaran’ dari issu yang sengaja ditebar tentang si A dan si B dalam lingkaran faksi faksi dan orangnya siapa.
Kesolidan dikikis dengan issu issu dan kubu, adalah taktik agitasi dan propaganda intelejen.
Ironisnya, semua sama pelaku nya, dari orang dibelakang operasi intelejennya, hingga motif dan tujuan sang pemilik operasi tersebut.
Karena ini soal Politik Balas Dendam.
(Adityawarman @Aditnamasaya)
*Sumber: http://lingkarannews.com/fenomena-pecahnya-parpol-dan-gaduhnya-pks-adalah-buah-politik-balas-dendam/