Salamuddin Daeng
(Pusat Kajian Ekonomi Politik UBK)
Kejadian ini adalah yang pertama kali dalam sejarah penyusunan APBNP, dimana target pendapatan dan pengeluaran dalam APBNP 2016 terpaksa diturunkan. Mengapa? karena target penerimaan Negara baik dari pajak, pendapatan Negara bukan pajak khususnya pendapatan dari bagi hasil minyak turun drastis. Seluruh asumsi penerimaan dalam APBN 2016 tidak tercapai.
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) mengatakan bahwa untuk pertama kalinya anggaran dikurangi dalam penyusunan RAPBNP di tahun 2016 ini. "Kalau zaman dulu setiap APBNP selalu harapan baru untuk anggaran lebih tinggi. Untuk pertama kalinya ini, untuk APBNP maknanya adalah pengurangan anggaran, Itu berarti semua Kementerian harus siap untuk melakukan penyesuaian diri”. (beritasatu.com).
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro telah mengatakan bahwa pemerintah merevisi target penerimaan pajak 2016 dari semula Rp 1.360,2 triliun menjadi sekitar Rp 1.226,94 triliun. Ini adalah penurunan yang cukup besar. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang ditargetkan Rp52 triliun, realisasinya hanya Rp29,6 triliun. Turun cukup drastis hampir 50 %. Sementara sektor minyak yang selama ini menjadi sector SDA menyumbangkan paling besar tahun ini terpaksa pemerintah nombok karena biaya produksi minyak yang ditanggung Negara melalui cost recovery lebih besar dari nilai penjualan minyak.
Kalau target APBNP 2016 diturunkan maka secara otomatis seluruh proyek proyek yang direncanakan pemerintah akan tertunda atau bahasa lainnya mangkrak. Padahal pemerintah Jokowi telah merancang berbagai mega proyek yang dijamin dengan APBN dalam tahun 2016. Penurunan target pengeluaran dalam APBNP akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi melemah, pengangguran akan semakin meluas.
Bersiap siap! pergolakan yang lebih besar dari pekerja angkutan umum, petani yang jalan kaki dari Sumatera, perlawanan guru honorer, peserta BPJS yang diperas pemerintah, dan pergolakan di berbagai sektor masyarakat.
Sumber: Teropong Senayan