Nasibmu Tambang Indonesia


Penulis: Agus Santoso

Sedih juga, dalam tahun ini saja mungkin sudah ratusan perusahaan tutup, slow down dan berhenti operasi. Ribuan pekerja tambang dari level operator hingga ke level manajer nganggur total... Apa yang salah dari pengelolaan kita?? Padahal apa yang gak ada di perut bumi ibu pertiwi ini?? Kekayaan alam, kita punya semua tetapi kenapa nasib orang tambang malah seperti sekarang ini.

Karena pangsa pasar kita adalah dominan ekspor, 90%-an produk batubara diekspor dan jika dibandingkan dengan kebutuhan batubara dua negara India dan China hanya memenuhi 4% kebutuhan mereka. Kalo terjadi kegoncangan ekonomi di negara mereka, dampaknya ya seperti sekarang ini.

Padahal kalo sektor ini saja dikelola dengan baik oleh pemerintah, nilai RAPBN yang hanya Rp 1.876,9 Trilyun bisa dikalikan berlipat-lipat. Gak ada itu kenaikan BBM ataupun kenaikan harga elpiji, TDL dan lain sebagainya. Maka jangan salahkan putra-putra bangsa lebih memilih berkarier di Luar Negeri, karena selain gaji yang lebih tinggi di negeri sendiri tidak ada pijakan kaki yang berstandar tinggi untuk menopang kehidupan yang layak.

Mungkin ada beberapa solusi:

1. Regulasi. Regulasi dibuat sudah sedemikian bagus dan lengkap. Anggaran tahun 2015 saja sebesar 3,9 Trilyun khusus utk DPRRI untuk menggodok semua rumusan permasalahan Indonesia. Tapi sayangnya, mental anggota dewan tidak siap untuk membenahi masalah ini yang ada adalah haus akan anggaran untuk bersenang-senang.

2. Pengawasan Pemerintah. Semua manajemen perusahaan tambang tentu berpikir profit oriented, makin banyak untung makin bagus. Sehingga yang dicari adalah harga jual tinggi, dan biaya operasi yang serendah-rendahnya. Akibatnya pertanggungjawaban terhadap masayarakat, lingkungan dan kepada negara sering dilanggar. Padahal dari sektor pertambangan batubara potensi royalti, pajak, PNBP mencapai 6.000 Trilyun atau 3x dari APBN. Kita baru bicara satu komoditi tambang ya, belum bicara mineral, gas, minyak dan panas bumi. Kuncinya disini adalah pengawasan dari pemerintah, diketati pelaksanaan aturan yang sudah banyak.

3.Harga jual produk. Ini adalah kunci dari segala masalah di atas. Bagaimana perusahaan akan berjalan ekonomis jika harga produk dengan seenaknya dimainkan oleh spekulan pasar. Disinilah guna pemerintah, melakukan perlindungan terhadap perusahaan agar nilai jual bisa lebih baik dan bukan malah menekan harga jual untuk mensuplai ke domestik tetapi daya serap pasar dalam negeri sendiri sangat sedikit, tentunya hukum pasar berlaku akan menyebabkan penurunan harga. Kalo untuk PLTU, disini fungsi pemerintah salah satunya dengan membangun pembangkit-pembangkit baru sehingga mampu menyerap produksi dalam negeri (semua jenis kalori) sekaligus untuk pemerataan listrik ke masyarakat pedalaman.

Kita mestinya menjadi "price maker" untuk produk kita, terutama batubara dan mineral. Lha yang terjadi apa?? Sebagai contoh kita produsen timah paling besar di dunia tapi "price maker"nya Kuala Lumpur Tin Market (KLTM). Emang ada apa di Kuala Lumpur. Kita yang punya timah kok. Batubara juga seperti itu, kita yang punya barang tetapi harga ditentukan oleh spekulan, emiten dan buyer. Maka perlu ada kebijakan pemerintah untuk menentukan harga produk Indonesia dengan nilai tawar tentunya.

Pertanyaan mendasar, pahamkah pemerintah sekarang ini??

Tidak ada satu pun gejala-gejala yang ditunjukkan untuk memperbaiki kondisi ini.


Baca juga :