Ustadz Zulfi Akmal
Al-Azhar, Cairo
Awalnya saya mengira orang-orang yang bersifat seperti sifat orang munafik itu sebenarnya lagi melawan hati nuraninya. Mana mungkin orang mengaku muslim, banyak mempelajari Islam, dan mengerti banyak hal dari seluk beluk agama ini tidak merasa risih ketika menyatakankan sikap dan perkataan yang nyata-nyata menyimpang dari agama ini.
Tidak masuk akal bila seorang muslim bisa dengan hati tenang mengatakan bahwa homoseks itu halal, penyimpangan dalam masalah itu adalah fitrah dari Allah yang harus dihargai, langsung teriak memberikan pembelaaan terhadap segala aliran menyimpang dari Islam dengan dalih kebebasan berpendapat dan berekspresi, sangat antusias memberikan pembelaan bila non muslim terganggu, tapi diam seribu bahasa, bahkan ikut menyalahkan bila umat Islam yang disakiti, dan banyak sifat-sifat aneh lainnya.
Dalam pikiran saya, pasti mereka lagi berperang dengan batinnya. Pasti sebenarnya hati nurani mereka menentang apa yang mereka ucapkan sendiri. Cuma barangkali karena mengharapkan hal-hal duniawi, seperti harta, ketenaran dan dianggap orang hebat, mereka sudi melakukan itu meskipun harus berperang dengan hati suci mereka sendiri.
Sampai saya terpaku ketika benar-benar berusaha memahami ayat Allah dalam surat al-Baqarah 11-12:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ. أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لا يَشْعُرُونَ
“Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar”.
Di dalam ayat itu Allah mengatakan bahwa bila kita menasehati orang-orang munafik itu supaya jangan melakukan kerusakan dipermukaan bumi, mereka menjawab bahwa mereka justru sebenar lagi melakukan perbaikan-perbaikan.
Kami memberikan pembelaan terhadap LGBT karena mereka juga berhak menyalurkan apa yang menjadi kebutuhan mereka sesuai keinginan mereka. Kami membela aliran sesat karena mereka perlu dibela untuk mengekspresikan keyakinannya. Dan begitulah seterusnya. Ini kami lakukan demi terjadinya kebaikan untuk kehidupan ini. Dan bila kita cermati tulisan-tulisan mereka memang begitu adanya.
Kemudian Allah melanjutkan, perlu kalian ketahui mereka itu sebenarnya betul-betul melakukan perbuatan yang merusak, cuma sayang, mereka tidak sadar kalau lagi melakukan itu.
Di sini perlu kita garis bawahi kalimat “tidak sadar/tidak merasa” (لا يَشْعُرُونَ).
Ayat itu menunjukkan bahwa mereka benar-benar tidak sadar kalau yang mereka lakukan adalah perkara yang salah, yang merusak, yang mendatangkan kehancuran. Bukan hanya kehancuran diri, tapi kehancuran agama dan tatanan kemasyarakatan.
Jadi mereka bukan lagi menentang hati nurani mereka, tapi memang begitulah yang ada dalam hati mereka paling dalam.
Sekarang muncul pertanyaan baru, “Kok bisa, orang melakukan kebinasaan malah merasa perbuatan baik?” Seorang penjahat kelas paus dan hiu pun akan sadar bahwa dia adalah penjahat. Kenapa tipe orang munafik ini tidak merasakan hal itu?
Allah juga yang menjawabnya:
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا فَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لا يَفْقَهُونَ
“Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti”. (Al-Munafiqun: 3)
أُولَئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai”. (An-Nahl: 108)
Bukankah orang-orang yang melakukan perkara di atas sebelumnya adalah seorang muslim yang beriman? Bahkan di antara mereka kebanyakan lulusan pesantren dan perguruan tinggi agama?
Karena mereka membiarkan iman yang sudah dikaruniakan Allah, tidak menjaga dan memupuknya, bahkan menodainya dengan hawa nafsu duniawi dan berbagai macam syahwat rendahan, Allah menghukumnya dengan tercabutnya iman dan mengunci mati hati mereka.
Akibatnya, hati mereka tidak lagi menyadari apa yang mereka lakukan itu merupakan perbuatan salah. Bahkan pandangan hati mereka menjadi terbalik, yang benar terlihat salah dan yang salah terlihat benar.
Bagaimanapun kita meyakinkan bahwa yang mereka lakukan itu adalah salah, pasti mereka akan berkilah dan menemukan jawaban untuk menjawabnya. Sekalipun dengan mempermain-mainkan dan memutar balikkan dalil.
Tidak ada yang mesti kita lakukan ketika melihat kenyataan ini selain menghinakan diri di hadapan Allah, memohon dengan setulus-tulusnya agar Allah selalu mengokohkan iman di dada ini sampai kita kembali menghadap-Nya.
Semua nikmat yang dikaruniakan Allah di dunia ini akan dicabut kembali, kecuali satu yang tidak boleh tercabut dan jangan sampai tercabut, yaitu nikmat iman dan Islam. Dia harus dibawa menyertai kita menemui Allah.[]