Diskriminasi & Shalat Berjamaah


DISKRIMINASI DAN SHALAT BERJAMAAH

Penulis: Arda Candra

Beberapa tahun lalu ada acara stand-up comedy menyambut Imlek di salah satu saluran televisi, karena berkaitan dengan Imlek maka komedian yang ditampilkan adalah mereka yang keturunan Cina. Salah seorang bercerita tentang nasibnya sebagai warga keturunan Cina yang hidup di negeri ini ketika masa kecilnya sering diganggu teman-teman dengan memanggilnya: "Dasar Cina". Suatu waktu dia pergi berkunjung ke negeri leluhurnya di Tiongkok, ternyata disana juga menerima gangguan yang sama: "Dasar Indonesia.".

Ada kegetiran dibalik maksud untuk melawak. Maka untuk menyatakan rasa simpati, saya kemudian memuat lelucon ini di status FB saya..

Ternyata reaksi dan komentar pembaca diluar dugaan. Sebagian mereka berkisah bahwa orang Cina di Indonesiapun melakukan diskriminasi, lalu memberikan contoh nasibnya yang tidak bagus ketika bekerja disalah satu perusahaan milik keturunan. Perlakuan manajemen dan pemilik sangat berbeda dibandingkan sikap mereka terhadap sesama keturunan. Saya juga ingat kisah seorang teman yang kebetulan berwajah mirip orang Cina melamar kerja pada satu perusahaan di Tangerang, ketika diwawancarai pihak perusahaan terkejut dengan jawabannya kalau dia bukan keturunan Cina, tapi pribumi asli, hasilnya teman saya tersebut memang tidak diterima bekerja.

Para pengidap LGBT protes atas perlakuan diskriminatif yang mereka terima, sering diolok-olok sejak kecil karena gayanya yang 'melambai', disisi lain kita juga mendengar kisah yang sama dari wanita muslimah yang memakai jilbab atau bercadar. Anda wanita yang mengeluhkan perlakuan tidak adil karena jenis kelamin..? kaum laki-laki juga mengeluh karena didiskriminasi dengan adanya 'ladies parking' di pusat perbelanjaan, perkantoran dan hotel, juga karena perbedaan jenis kelamin.

Orang non-Muslim ribut dengan diskriminasi yang mereka terima ketika ingin membangun rumah ibadah diwilayah mayoritas Islam, sebaliknya umat Islampun mengalami hal yang sama ketika mereka dihalang-halangi untuk beribadah dan menjalankan syariat diwilayah non-Muslim.

Bahkan reaksi para penggiat HAM yang berusaha untuk melawan diskriminasi sebenarnya juga tidak bebas dari sikap tersebut, ketika mereka berbusa-busa membela kasus pembangunan gereja, LGBT, penindasan kaum wanita, tapi mendadak mengalami 'amnesia parsial' ketika hal itu terjadi terhadap umat Islam, pribumi dan kaum laki-laki. muslimah berjilbab, dll.

Diskriminasi memang ada dalam kehidupan manusia, dilakukan dengan banyak alasan, merasuk dalam setiap jiwa lalu akan keluar berbentuk perbuatan, disadari atau tidak.

Islam sebenarnya punya langkah sederhana untuk mengendalikan sifat diskriminasi manusia, yaitu dengan shalat berjamaah, berbaris berjejer, bersentuhan bahu dengan bahu, melakukan gerakan bersama-sama mengikuti komando sang imam.

Ketika Rasulullah mengatakan: “Tutup setiap celah shaf, karena setan masuk di antara shaf kalian, seperti anak kambing.” (HR. Ahmad 22263 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth), Setan yang dimaksud disini bukan sosok yang berwajah mengerikan, bertelinga panjang membawa tombak trisula, setan yang dimaksud adalah setan diskriminasi yang merasuk dalam hati, menghasilkan sikap curiga terhadap orang disebelah, merasa lebih baik dan lebih berharga.

Shalat berjamaan ketika dibiasakan dan sudah dimulai sejak kecil, secara pelan-pelan akan mampu menjadi sarana pengendali sifat diskriminasi manusia.

Kalau anda tidak percaya, coba saja dipraktekkan..


Baca juga :