Selain Ford, Banyak Industri Tutup Akibat Melemahnya Ekonomi Indonesia era Jokowi


Penulis: Sigid Kusumowidagdo

Banyak yang kaget ketika kemarin (25/01/16) resmi diumumkan penutupan semua kantor dealer dan pabrik mobil Ford milik PT Ford Motor Indonesia yang telah 16 tahun beroperasi di Indonesia. Sebetulnya tidak perlu kaget kalau kita perhatikan banyaknya perusahaan-perusahaan industri yang tutup di tahun 2015 sejak melemahnya ekonomi di tahun pertama pemerintahan Jokowi-JK.

Berbagai penyebab penutupan perusahaan dijelaskan, tetapi yang utama:
1. Daya beli konsumen menurun yang berakibat permintaan menurun;
2. Jatuhnya nilai rupiah terhadap dolar meningkatkan biaya untuk material, komponen yang harus diimpor;
3. Meningkatnya biaya-biaya operasional terutama energi yang naik di Indonesia ketika harga energi dunia cenderung turun terus;
4. Permintaan dari luar negeri turun seperti batubara untuk industri China yang mengalami pelambatan.

Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang ditutup atau dipindah ke luar negeri di tahun 2015, adalah:

- 27 perusahaan tekstil & produk tekstil dengan karyawan rata-rata 300-500 orang per perusahaan (Keterangan Dr Lili Asdjudiredja Ketua Umum Dewan Masyrakat Tekstil di DPR- RI Juli 2015);

- 125 Perusahaan pertambangan batubara di Kalimatan Timur (data dari Ketua Asosiasai Pengusaha Indonesia Kaltim Slamet Broto. Diperkirakan sampai akhir 2015 total 200 perusahaan berpotensi tutup);

- 11 perusahan di Batam di bidang galangan kapal, elektronik, garmen diantaranya modal asing PT Nagano Hidro Jet Marine. PT Yee Woo, PT Heat Exchanger, PT Nolek Sanyo, PT Siemen Hearing Instrument dsb (keterangan Kepala Disnaker Batam, Zarefriade);

- PT General Motor, pabrik mobil di di pondok Ungu Bekasi;

- 5 perusahaan di Bekasi; PT Kirin Dinamika, PT Delta Inova.PT Argo Pantes, PT Panasonic, PT Guru Paramita;

- 2 Pabrik besar di Depok; PT Takagi & PT Tranco;

- PT Matshushita Toshiba Picture Display & PT Panasonic Electronic Divice. Kedua prusahaan memiliki 4,625 jaryawan.

Di samping itu banyak perusahaan-perusahaan kecil, menengah yang tutup tanpa melapor ke Disnakertrans atau instansi lain sehingga tidak tercatat.

Saat ini pemerintah sedang merampingkan birokrasi, menambah insentif pajak dan non-pajak agar investor mau masuk. Akan tetapi apabila pengelolaan ekonomi makro dan konflik di dalam pemerintah (intra governmental conflict) masih seburuk tahun 2015, sukar mengharapkan lompatan perbaikan.[]

*Sumber: theglobal-review.com


Baca juga :