Ekonom UI Faisal Basri yang pernah ditunjuk menjadi Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas menulis "Surat Terbuka" untuk Presiden Joko Widodo agar mengoreksi kembali dan membatalkan dua megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan yakni Tol Trans-Sumatera.
Berikut isi Surat Terbuka Faisal Basri yang ia tulis di blog pribadinya (16/1/2016).
Surat Terbuka untuk Bapak Presiden: Jangan Lanjutkan Sesat Pikir
Bapak Presiden yang terhormat.
Saya gembira mendengar keputusan di bulan-bulan pertama pemerintahan Bapak membatalkan rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda. Namun saya kaget ketika Bapak meninjau pembangunan jalan tol Tran-Sumatera. Sadarkah Bapak bahwa proyek jalan tol Trans-Sumatera sepanjang lebh dari 2.000 km merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proyek Jembatan Selat Sunda? Keduanya tercantum di dalam dokumen MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia). Mengapa Bapak justru memaksakan pembungunan jalan tol Trans-Sumatera itu? Karena proyek itu tidak layak secara finansial, Bapak memaksa BUMN untuk membangunnya. Tetapi, sebetulnya itu dana APBN, setidaknya sebagian, karena pemerintah menyuntikkan dana Penanaman Modal Negara (PMN) lewat APBN ke BUMN yang pemerintah tunjuk untuk membangun jalan tol itu.
Bukankah sudah ada Trans-Sumatera Highway yang dibangun dengan bantuan Jepang. Jalan itu masih ada dan beberapa ruasnya masih mulus, beberapa ruas memang kondisinya buruk. Perbaiki saja ruas yang buruk. Karena itu jalan negara, merupakan tanggung jawab pemerintah pusat untuk merawatnya. Jangan karena abai merawat atau memelihara, lantas pemerintah membuat jalan baru, apalagi jalan tol. Yang hendak dibangun pun berada di pantai timur seperti jalan Trans-Sumatera yang sudah ada.
Memang jalan Trans-Sumatera tidak melewati semua propinsi di Sumatera daratan. Bengkulu contohnya, sehingga membuat iri hati masyarakat dan pemerintah daerah di sana. Solusi untuk Bengkulu bukanlah jalan tol. Demikian juga untuk Jambi dan kebanyakan provinsi di Sumatera. Jalan tol akan memperburuk kerusakan lingkungan di Sumatera. Berapa ribu hektar lahan yang harus dibebaskan? jalan tol Trans-Sumatera juga tidak akan membantu keterisolasian beberapa daerah.
Untuk membuka isolasi beberapa daerah, ruas jalan yang perlu dibangun (sebaiknya bukan jalan tol) bukanlah jalur Utara-Selatan. Jalan Trans-Sumatera non-tol yang sudah ada itu telah membelah Utara-Selatan Sumatera. Yang sangat penting adalah jalur Barat-Timur (garis tebal hijau pada peraga) sehingga hasil bumi beberapa daerah bisa lebih dekat dan lebih cepat diangkut ke pelabuhan-pelabuhan yang berada di Barat ataupun Timur. Bukankah pilihan itu lebih sejalan dengan konsep Tol Laut yang Bapak anut? Dengan begitu pantai kawasan di pantai Barat pun bakal lebih hidup.
Jalan tol Trans-Sumatera hanya akan memperkokoh dominasi transportasi darat yang bertentangan dengan gagasan Pendulum Nusantara atau lebih populer dengan Tol Laut yang Bapak kumandangkan sejak kampanye pemilihan presiden. jalan tol Trans-Sumatera didedikasikan untuk mendukung Jembatan Selat Sunda. Penggagas proyek sudah barang tentu senang karena jalan tol Trans-Sumatera bakal meramaikan lalu- lalang kendaraan di Jembatan Selat Sunda. Hasil bump Sumatera akan diangkut ke Jawa lewat darat melalui Jematan Selat Sunda. Kebutuhan rakyat Sumatera yang berasal dari Jawa juga diangkut melewati Jembatan itu. Belum lagi tambahan kendaraan pribadi yang melintasi dua arah. keberadaan Jembatan Selat Sunda dengan jalan tol Trans-Sumatera sebagai pendukung utamanya sudah barang tentu amat membuat segelintir orang yang telah menguasai ribuan hentar lahan di sekitarnya mabuk gembira. Merekalah yang bakal menjadi raja-raja properti baru kelak.
Negara kita adalah negara kepualauan terbesar dunia. Bapak jangan kecil hati jika sepanjang masa pemerintahan Bapak jalan tol yang terbangun hanya ratusan kilometer. Panjang jalan tol yang dibangun jangan bapak jadikan indikator keberhasilan. Rakyat pun rasanya tidak akan kecewa. Rakyat akan jauh lebih senang kalau jaringan jalan yang dibangun pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat mobilitas rakyat dan barang lebih tinggi dan lebih murah.
Untuk di Jawa mungkin masih butuh jalan tol tambahan. Itu pun harus selektif. Koreksilah rencana pembangunan jalan tol yang dibuat pemerintahan sebelumnya agar lebih selektif dan memberikan hasil lebih optimal. Utamakan pembangunan jalan tol di Jawa untuk mendukung pengembangan multi-moda transportasi yang berbasis angkutan laut. Bagaimana kita bisa bersaing kalau 90 persen lebih barang di Jawa diangkut lewat darat. Bukankah angkutan darat sekitar 10 kali lebih mahal dari angkutan laut?
Untuk angkutan manusia, Bapak bisa mendorong pembangunan kereta api cepat Jakarta-Surabaya yang singgah di beberapa kota besar yang daya belinya sudah memungkinkan untuk naik kereta cepat, misalnya Cirebon dan Semarang.
Mumpung belum mulai dibangun, batalkanlah kereta cepat Jakarta-Bandung. Bapak bisa mendengarkan pemikiran para ahli transportasi di dalam negeri dan luar negeri yang tidak punya vested interest atas ptoyek kereta api cepat Jakarta-Bandung. Saya berkeyakinan mayoritas mereka akan menolak. Akal sehat saja sulit menerimanya. Mau cepat seperti apa kalau singgah di lima lokasi. Baru tancap gas sudah harus segera mengerem.
Lalu muncul wacana kereta kecepatan sedang. Bukankah yang ada di dunia ini hanya kereta biasa dan kereta cepat? Kereta biasa meluncur dengan roda kereta dan rel bersinggungan. Sedangkan kereta cepat roda kereta dan relnya tidak bersinggungan. kalau kereta biasa mau lebih cepat, bangunlah rel yang lebih banyak lurus ketimbang berkelok-kelok. Saya tidak akan melanjutkan soal-soal teknis karena saya yakin Bapak Presiden dibantu oleh banyak ahli yang kompeten. Mohon dengan sangat Bapak Presiden merenungkannya kembali.
Demikian keprihatinan seorang anak bangsa yang amat mengharapkan Bapak membawa Indonesia berjaya dan meluruskan yang bengkok-bengkok. Mohon maaf jika kurang berkenan.
Tabik
faisal basri
__
Sumber: https://faisalbasri01.wordpress.com/2016/01/16/surat-terbuka-untuk-bapak-presiden-jangan-lanjutkan-sesat-pikir/