Oleh Agus Fredy Muthi'ul Wahab
*Sumber Ketakutan Kita*
Pagi kemarin (Kamis, 14/1/2016), sekira jam 10.50, saya membuka twitter lewat komputer. Pas di baris paling atas, ada akun @elshinta yang mengaplot foto perempatan sarinah dengan asap putih disertai capture kurang lebih, "terjadi ledakan di Sarinah". Lalu saya teriak ke teman2 di ruangan, "Ada bom!". Karena belum yakin bahwa itu bom, lalu saya meralat, "Ada ledakan di Sarinah".
Setelah itu twitter dibanjiri dengan informasi ledakan itu. Foto2 dari angle lain bermunculan. Lalu whatssapp mulai rame. Grup2 yang saya ikuti membahas ledakan itu. Cepat sekali informasinya. Gambar-gambar dikirim dari seluruh penjuru. Tak cukup, lalu video-video kejadian bermunculan, termasuk video baku tembak. Cepat sekali menyebarnya.
Tak berhenti di situ, masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi, muncul ledakan di Palmerah. Palmerah mananya? Stasiun? Pokoknya ada bom di Palmerah. Itu di Metro TV ada. Karena saya tidak punya akses menonton TV, tentu saya percaya. Ada bom di Palmerah. Entah di mana. Kemudian Semanggi meencekam. Pelaku bersenjata lari ke arah Semanggi dengan Terios hijau. Waduh. Semanggi itu dekat kantor saya. Tapi saya rasa terorisnya tidak akan ke kantor, kan macet. Tidak berapa lama, Cikini juga dibom. Lalu Alam Sutera, Pondok Indah mendapat ancaman bom. Mencekam. Tegang. Siapa yang bisa melakukan serangan serentak dan sebesar ini? Semua informasi itu saya dapatkan di kursi saya. Dari HP dan komputer. Berseliweran.
Saya yang berjarak sekitar 7km dari Sarinah, merasakan suasana mencekam. Jakarta akan jatuh kah? Apalagi ada berita teroris dengan AK47 naik motor trail ke arah istana. Olympus Has Falen versi nyata kah?
Lalu kenapa di dekat Sarinah ada tukang sate yang tetap asyik dengan panggangannya? Saya menduga karena beliau tidak pegang HP. Suasana mencekam tadi -menurut saya- lebih dikarenakan too much information yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Kita dibanjiri informasi dengan jumlah sangat banyak dalam satu waktu yang semuanya memunculkan rasa takut. Maka tidak ada pilihan bagi kita kecuali takut. Bapak penjual sate itu tidak takut, pedagang asongan tetap berjualan, tp teman-teman saya yang berkantor di Thamrin, mereka takut. Kenapa? Karena mereka bisa mengakses informasi. Dan sayangnya, hampir semua info beredar yang saya sebutkan di attas, hoax.
Kita takut, karena semua orang menyebarkan ketakutan, dan kita tidak memiliki tempat bertanya informasi dan perkembangan yang akurat. Usul kepada pemerintah untuk membuat sistem "Safety Check" atau Crysis Center tempat rujukan informasi masyarakat ketika ada bencana atau krisis di suatu wilayah.[]
*dari fb Agus Fredy Muthi'ul Wahab
Baca juga: Anda tau TARGET UTAMA teroris? Aksi kecil jadi berita besar