Sistem pelacakan maritim AIS mengungkapkan kemungkinan bahwa Angkatan Laut Turki telah mendirikan blokade laut dari kapal Rusia di Selat Bosporus. Menurut sistem AIS, kapal Turki bergerak bebas di sepanjang jalur air sempit, namun, tidak ada gerakan sama sekali di wilayah Dardanella.
Sekelompok kapal Rusia juga tampak masih tertahan di kedua sisi lorong, di Laut Hitam dan Mediterania, yang menunjukkan bahwa mereka telah terhenti menunggu instruksi. Ini juga termasuk kapal-kapal di Laut Hitam dari Novorossiisk dan Sevastopol, yang biasanya banyak berlalu-lalang.
Sangat penting untuk menyebutkan bahwa ini juga bisa menjadi bagian aksi atas ketegangan antara kedua negara, namun belum jelas bagaimana Rusia menginterpretasikan hal tersebut. Tahun lalu, Turki mengeluarkan ancaman akan memblokir akses Rusia melalui Selat Bosporus saat awal krisis Ukraina, yang saat ini masih berlangsung.
Berdasarkan perjanjian 1936, Turki memiliki kontrol atas Laut Hitam dalam hal kapal perang yang diijinkan menggunakan jalur air ini. Namun, perjanjian tersebut memberikan kebebasan untuk setiap kapal sipil di masa damai dan membatasi kapal angkatan laut yang tidak tergabung dalam negara Laut Hitam. Dalam masa perang, atau saat Turki merasa terancam, Turki berhak untuk menutup Selat untuk semua kapal perang asing atau kapal dagang yang berpotensi membawa ancaman.
Saat Turki menggunakan haknya untuk menutup Selat, kemungkinan bahwa mereka menggunakan alasan ketegangan baru dengan Rusia sebagai pembenaran untuk melakukannya. Rusia adalah pengguna terbesar jalur air ini, baik karena alasan ekonomi dan untuk mentransfer peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam perang di Suriah. Jika Turki memotong akses Rusia di selat ini, maka akan mengsiolasi Armada Laut Hitam Rusia dan membatasi kapal mereka dari perjalanan bolak-balik ke pelabuhan. Satu-satunya alternatif yang tersedia bagi Rusia adalah membuat rute melalui Gibraltar, yang memperpanjang perjalanan dari empat hari menjadi dua minggu.
Meskipun belum jelas apakah ada hubungannya, Presiden Rusia Vladimir Putin telah dilaporkan memerintahkan 150.000 tentara dikerahkan ke Suriah, bersama dengan gerakan 7.000 tambahan tentara, tank, peluncur roket dan artileri lain di perbatasan Turki dengan Armenia (belum dikonfirmasi). Kekuatan ini dilaporkan bertujuan untuk “persiapan perang kekuatan penuh” dan ditempatkan mengepung Turki di dua front terpisah.
Hal ini terjadi pada saat pasukan Turki mengadakan pengerahan kekuatan militer dalam jumlah besar di perbatasan Turki dengan Suriah, terutama karena penyebaran rudal S-400 Rusia dan serangan yang terus berlanjut melawan pejuang oposisi yang didukung Turki sepanjang perbatasan Utara Suriah, yang dimulai setelah pesawat bomber Rusia ditembak jatuh F-16 Turki.
Jika dikonfirmasi, blokade ini kemungkinan akan dianggap sebagai tindakan perang oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Perlu dicatat bahwa Turki adalah anggota NATO, sehingga jika Turki diserang oleh Rusia, ia memiliki potensi untuk menyeret seluruh aliansi ke dalam perang melawan Federasi Rusia. Itulah yang terjadi, pada dasarnya ketegangan ini akan menjadi awal dari Perang Dunia III.
Sumber: middleeastupdate.net