Nasionalisme Sektor Pertambangan dan Migas


Saya suka geli terhadap pelintiran isu nasionalisme di sektor pertambangan dan migas. Makin banyak orang berpandangan bahwa nasionalisme itu tidak harus memiliki, katanya, yang penting bisa mengontrol. Lha, rumangsamu kontrol itu bekerja lewat kebatinan po piye, Rek?! KONTROL ya bekerja lewat KEPEMILIKAN (saham). Lebih detail lagi: kepemilikan MAYORITAS.

Untuk mendiskreditkan isu nasionalisme, juga dihembuskan seolah nasionalisme itu adalah sejenis hukum besi kepemilikan seratus persen, sehingga tak perlu lagi disuarakan, karena bersifat naif dan destruktif. Tentu saja itu bentuk penafsiran konyol. Tafsir itu dipropagandakan semata agar kita terus-menerus menerima porsi kepemilikan dan kontrol yang minor di sektor strategis ini.

Nasionalisme memang tidak sama dengan kepemilikan seratus persen, tapi yang jelas kepemilikan minor atas kekayaan yang ada di tanah air kita sendiri sangat tegas jauh sekali dari pengertian "waras", dan apalagi "nasionalis".

Kalau dipikir-pikir, bicara kontrol tapi dengan mengabaikan prinsip manajerial tentang kepemilikan mayoritas itu tak ada bedanya dengan pernyataan bahwa "cinta itu tak harus memiliki". Itu pernyataan paling dogol sedunia.

"Cinta yang tak bisa memiliki" itu bukan "cinta", Rek, tapi "ikhlas". Jadi, mau kau "ikhlaskan" sajakah kekayaan negeri kita untuk orang lain????

NB: Dalam paket kebijakan ekonomi terbaru, pembangunan kilang juga sudah diliberalisasi. Tidak ada lagi favoritisme pada BUMN migas.

*dari fb Tarli Nugroho (22/12/2015)


Baca juga :