Markplus Conference, Optimisme Ekonomi Indonesia & Realita


Chandra HafizunAlim

Sewaktu mengikuti markplus conference dua hari yang lalu, saya mendengar penuturan 7 orang pimpinan asosiasi pengusaha, mulai dari mobil, property, retail, mall, online, perbanas, dan perhotelan. Mereka mengakui bahwa tahun 2014-2015 mengalami penurunan, bahkan ada yang sampai rugi alias minus. Hanya saja sepertinya mereka optimis pada tahun-tahun berikutnya ada perbaikan perekonomian seiring dengan paket-paket kebijakan ekonomi yang digulirkan pemerintah dan penyerapannya baru akan terasa ditahun-tahun mendatang.

Namun tetap saja bagi saya optimisme ini baru sebatas prediksi. Walaupun sudah menelurkan paket kebijakan jilid ke7, alih-alih nilai tukar rupiah menguat, akhir-akhir ini malah menurun, mendekati angka 14.000.

Masih tersimpan dalam ingatan saya prediksi-prediksi para pengamat yang ternyata salah. Seperti tentang pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar rupiah yang katanya akan menguat di era jokowi, namun ternyata malah melemah.

Menurut saya, kebijakan yang paling fatal dari pemerintahan Jokowi adalah ketika menaikkan harga BBM di awal pemerintahannya. Hal ini berimbas pada kenaikan harga barang-barang dan kemudian terjadilah penurunan daya beli masyarakat. Sebenarnya nilai tukar rupiah bisa menguat asal daya beli masyarakat meningkat, seperti yang pernah dilakukan oleh Presiden BJ Habibie beberapa waktu yang lalu. Pak Habibie lebih terfokus pada upayanya meningkatkan perekonomian di dalam negeri. Namun efeknya berdampak pada nilai tukar rupiah yang terus menguat. Lah, sekarang ini, alih-alih nilai tukar rupiah menguat, daya beli masyarakat saja menurun drastis. Meskipun sudah menurunkan BBM, tetap saja barang-barang yang naik tidak mau turun.

Pemerintah jangan melulu menyalahkan melambatnya perekonomian global. Apa dimasa pak Habibie hal itu tidak terjadi?

___
*catatan penulis di fb (12/12/2015)


Baca juga :