Delegasi Hamas dipimpin langsung oleh ketua biro politiknya Khalid Misy’al berada di Malaysia atas undangan resmi partai penguasa, UMNO, untuk menghadiri konferensi. Ini bukan pertama kalinya gerakan perlawanan Islam Palestina ini datang ke Malaysia. Bahkan Hamas diberi kebebasan dan izin untuk membuka biro politiknya di sana sejak sekitar tiga tahun lalu. Selain itu banyak warga Palestina menjadi pelajar di perguruan-perguruan tinggi Malaysia.
Terlepas dari intrik politik antara UMNO dengan partai lain termasuk yang berhaluan Islam, sikap UMNO terhadap Hamas patut diapresiasi dan dijadikan cermin. Sikap itu berangkat dari menghargai prinsip demokrasi. Sebab Hamas lah yang secara legal menjadi pemenang pemilu telak hingga 80% lebih dalam pemilu Palestina terakhir tahun 2006 dan diakui oleh dunia. Artinya, Hamas adalah kekuatan politik representative ril di Palestina.
Sikap UMNO harusnya ditiru oleh Indonesia sebagai negara yang sedang membangun sistem demokrasi yang besih dan jurdil. Sayang, sekali agaknya madzhab demokrasi yang dianut mayoritas politisi di negeri ini menganut madzhab big boss Amerika dalam menyikapi Hamas. Ketika Hamas menang pemilu Amerika dan negara-negara sekuler lainnya langsung menolak hasilnya demi kepentingan Israel. Tidak hanya ditolak hasilnya, bahkan Jalur Gaza sebagai based camp utama Hamas ditutup rapat di tahun 2007 sampai kini karena menolak dikte-dikte dunia internasional.
Itulah protret demokrasi dunia barat. Demokrasi hanya dimaknai kebebasan absolut bebas nilai untuk memberikan ruang seluas-seluasnya nilai agama tersingkir dari arena politik dan negara. Tatkala demokrasi itu berpihak kepada kekuatan yang mengusung nilai-nilai Islam dan cita-cita menghapus penjajahan dari bumi yang terjajah semisal Palestina, maka demokrasi itu dianggap tidak sah.
Sikap Indonesia secara resmi terhadap Hamas tak jauh beda dengan Amerika. Awal tahun 2014, perwakilan Hamas datang ke Indonesia secara resmi menggelar audensi terbatas di DPR RI, bertemu wapres Jusuf Kalla dan tokoh politik lain dalam rangka lobi-lobi untuk membuka biro politik di Jakarta. DPR menerima baik, namun sayang, niat Hamas harus kandas.
Entah sampai kapan kedewasaan demokrasi di negeri ini bisa terbangun atau demokrasi macam apa yang dianut di negeri ini. Sikap penolakan terhadap Hamas selalu diikuti oleh alasan-alasan tak logis dan konstitusional. Konstitusi negeri dengan terang menyatakan bahwa “segala bentuk penjajahan harus dihapus dari muka bumi” dan prinsip inilah yang diretas oleh Hamas sejak berdisi resmi awal berdiri tahun 1987 di Palestina. (at/pip/infopalestina.com)
***
Apakah Indonesia era pemerintah sekarang, anak emasnya Syiah, JIN, dan As-Sisi?
Dan Palestina hanya dijadikan jualan saat kampanye?