Publik diminta turut menyorot keberadaan PT Freeport Indonesia dalam dugaan permufakatan tindak pidana korupsi yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto. Anak perusahaan Freeport McMoran itu sangat diuntungkan dalam kasus ”papa minta saham” itu.
Secara terpisah, analisis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng dan pengamat minyak dan gas Marwan Batubara sama-sama meyakini perusahaan penambang emas yang berpusat di AS itu diuntungkan terutama terkait perpanjangan kontrak penambangan.
Salamuddin yakin kegaduhan akibat rekaman Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Setya Novanto dan Riza Chalid adalah akal bulus Freeport. Perusahaan itu sampai saat ini masih belum juga menjalankan kewajibannya sebagaimana yang diamanatkan UU Minerba. Hal yang sama menurut dia juga dilakukan oleh Newmont.
”Hati-hati jangan terjebak. Ini diduga akal bulus Freeport dan Newmont. Mereka masih belum melakukan divestasi dan pembangunan smelter, UU Minerba dilanggar, tapi mereka masih diizinkan beroperasi dan melakukan ekspor melalui nota kesepahaman (MoU),” kata Salamuddin dalam diskusi di kawasan Cikini, kemarin, seperti dilansir Suara Merdeka.
Menurut dia, walaupun Kementerian Keuangan telah memberlakukan bea keluar yang sangat tinggi ketika Newmont dan Freeport melakukan ekspor, namun tetap saja hal itu sudah melanggar UU karena dilakukan hanya dengan MoU. Dan yang memprihatinkan, menurut dia, Freeport dan Newmont terkesan menunda-nunda kewajiban terkait smelter, divestasi dan sebagainya. Marwan menyebut ada dalang yang membuat ramainya kasus Setya Novanto.
Dia meminta semua pihak tidak hanya fokus kepada Novanto, tapi kepada semua pihak yang terlibat. Tidak tertutup kemungkinan, di balik kasus ”papa minta saham” ada pertarungan antar sesama mafia pemburu rente. ”Freeport membuat kita terpojok,” kata Marwan, kemarin. Sebenarnya proses bagi-bagi saham sudah biasa terjadi antara PT Freeport Indonesia dengan penguasa pada masanya. Proses itu berlangsung sejak 1967 hingga 1994.
Pertemuan Novanto dengan Maroef yang diduga ada upaya permintaan saham, sebenarnya dianggap sebagai hal yang lazim dan dapat dibuktikan. Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun pernah mencoba memutuskan mata rantai lobi ilegal tersebut. Caranya dengan merenegosiasi kontrak terhadap PT Freeport Indonesia, sekitar 2010 dan 2011.
Renegosiasi itu berdasarkan UU No 4/2009. Namun, proses renegosiasi itu batal. Waktu itu ada pernyataan bernada ”ancaman” dari Wakil Duta Besar dan Duta Besar AS untuk Indonesia berisikan, jika proses renegosiasi itu tetap dilakukan, akan banyak investor asing yang bakal hengkang dari Indonesia. ”Nah di sini sebetulnya, ada peran dari Freeport. Bukan hanya melulu Setya Novanto,” ucapnya.
Dalami Peran
Marwan mendesak Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memastikan renegosiasi kontrak dapat dilakukan.
Di samping itu, pemerintah didesak mencegah PT Freeport Indonesia melakukan divestasi saham dengan melakukan sistem initial public offering (IPO). Sekjen PDIP Hasto Kristyanto menegarai Freeport ”bermain” dalam kasus ini. Ia mempertanyakan motivasi yang dilakukan Maroef dengan merekam pembicaraannya dengan Novanto dan pengusaha Riza Chalid.
”Kenapa dia (Maroef) merekam hal itu? Justru itu patut kita pertanyakan apa tujuannya. BIN saja kalau merekam ada ketentuan yang sangat ketat. Ini justru akan menjadi preseden yang buruk. Saya menduga perekaman itu untuk kepentingan bisnis untuk menguntungkan Freeport,” kata Hasto.
Diduga kuat Freeport akan melakukan berbagai cara demi mempertahankan posisi dia mengelola tambang di Papua.
Sementara itu Kejaksaan Agung tengah mendalami peran masing-masing dalam dugaan permufakatan tindak pidana korupsi antara Setya Novanto, Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha minyak, Muhammad Riza Chalid. Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan, perbincangan tersebut bukan sekadar perbincangan biasa atau bermuatan transaksi.
”Kami akan cermati satu per satu, bagian-bagian pembicaraan mana yang itu bisa dimaknai sebagai percobaan, menunjukkan adanya percobaan di sana, adanya permufakatan, karena dalam Pasal 15 itu kan diatur di sana, barang siapa melakukan perbantuan, kemudian percobaan, untuk melakukan korupsi, pemufakatan jahat melakukan korupsi.” Prasetyo mengatakan, belum ada pihak yang membantah keaslian rekaman yang telah diputar dalam sidang Majelis Kehormatan Dewan (MKD). Kendati demikian, jaksa penyidik akan memriksa keaslian rekaman tersebut dengan melibatkan pakar teknologi informasi dari Institut Tekhnologi Bandung (ITB).
Di lain pihak pakar hukum, Yusril Ihza Mahendra meragukan penyelidikan kasus itu oleh Kejaksaan Agung. Sebab, peyelidikan Kejaksaan Agung akhir-akhir diduga bernuansa kepentingan politik dan pengusaha.
Sumber: Suara Merdeka