Anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem Akbar Faizal tidak terima dinonaktifkan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menjelang pengambilan putusan etik Ketua DPR Setya Novanto, Rabu (16/12) lalu.
Meskipun akhirnya Setya Novanto mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR, Akbar masih geram terhadap Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang menandatangani penonaktifannya dari MKD. Akbar akan melaporkan Fahri ke MKD.
"Ya, dia (Fahri Hamzah -ed) akan saya laporkan karena sudah sewenang-wenang menandatangani surat penonaktifan saya dari MKD. Besok melalui staf saya," kata Akbar saat dihubungi di Jakarta, Kamis (17/12/2015), lansir liputan6.
Menanggapi hal tersebut, wakil ketua DPR Fahri Hamzah menyebut Akbar Faizal mungkin belum membaca aturan.
"Mungkin karena banyak anggota baru di MKD akhirnya masalah ini belum dibaca..." kata Fahri di akun twitternya, Kamis (17/12) malam.
Lebih lanjut, seperti diberitakan rimanews, Fahri Hamzah mengatakan penonaktifan Akbar Faizal dari keanggotaan MKD yang ditandatangani Fahri adalah usulan MKD. Akbar dinonaktifkan karena ada laporan dari Ridwan Bae ke MKD karena melanggar etik membocorkan informasi rapat internal MKD.
Aduan dari Ridwan Bae (yang juga anggota MKD) lalu disetujui pimpinan MKD, pimpinan MKD lalu membuat surat (draft) penonaktifan Akbar Faizal yang ditujukan kepada pimpinan DPR yang kemudian ditantantangani Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
"Laporan ttg Sdr akbar Faizal adalah tata beracara (TATAB) prosesnya cepat," Fahri menjelaskan.
Fahri menyebutkan, surat kepada pimpinan MKD tentang penonaktifan Akbar Faizal merupakan tindak lanjut dari surat pimpinan MKD yang telah memutuskan menerima pengaduan dan tindakan kepada Akbar Faizal.
Hal itu sesuai dengan Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tata Beracara MKD, khususnya Pasal 36 dan 37.
Pasal 36 (2):
Jika ada pengaduan tentang dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan sidang sebagaimana diatur dalam peraturan ini yang dilakukan oleh pimpinan dan/ atau anggota MKD, pengaduan ditindaklanjuti oleh MKD berdasarkan hasil rapat MKD.
Pasal 37 (1):
Dalam hal Teradu adalah pimpinan dan/atau Anggota MKD dan pengaduan dinyatakan memenuhi syarat dan lengkap dalam sidang MKD, MKD memberitahukan kepada pimpinan DPR dan pimpinan fraksi bahwa teradu akan diproses lebih lanjut.
Pasal 37 (2):
Setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPR menonaktifkan sementara waktu pimpinan dan/ atau Anggota MKD yang diadukan.
"Dalam hal surat dimaksud di atas, saya hanya membubuhkan tanda tangan di atas draft surat yang dibuat oleh Sekretariat Rapat Pimpinan. Saya tidak dapat menolak atau menyetujui, karena sifat pimpinan DPR hanya meneruskan surat MKD," kata Fahri di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (17/12/2015).
Ia menegaskan, dirinya adalah Koordinator Kesra yang bertanggung jawab atas surat-menyurat antara pimpinan DPR dan MKD. Tidak ada yang bersifat pribadi dalam surat tersebut. Semua surat merupakan hasil rapat baik MKD maupun pimpinan DPR.
"Pimpinan DPR tidak mempunyai wewenang membuat keputusan yang bersifat pribadi, karena masing-masing pimpinan DPR hanya speaker atau juru bicara. Semua keputusan dibuat oleh AKD (Alat Kelengkapan Dewan) seperti komisi dan badan, termasuk dalam hal ini adalah Mahkamah Kehormatan Dewan," pungkas Fahri.
***
"Mungkin karena banyak anggota baru di MKD akhirnya masalah ini belum dibaca... Selamat membaca..." (@Fahrihamzah)