Saya heran setelah saya membaca sejarah tokoh-tokoh Islam, banyak ulama ahlussunnah ternyata kelahiran Iran. Sebut saja misalnya, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam Nasa'i, Imam Ibnu Majah, Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari, Imam Hakim, Imam Al Baihaqi, Imam Al Ghazali, Imam Al Juwaini, Imam Abu Nuaim Al Isfahani, Imam Syibawaih, Imam Al Farahidi, Imam Abu Hatim Ar Razi, Imam Ibnu Abi Hatim Ar Razi, Imam Abu Hanifah Ad Dinawari, Imam Fakhruddin Ar Razi, dsb.
Mereka adalah ulama dan ilmuwan besar diberbagai bidang, mulai dari hadits, tafsir, tasawuf, fikih, sejarah, ushul fikih, filsafat, dan sains. Saya membaca di dalam sejarah, nama-nama mereka begitu terkenal dan karya-karya mereka menjadi rujukan hingga kini. Apakah itu artinya, Iran dulunya adalah negeri ahlussunnah? Di mana kitab-kitab hadits Kutubus Sittah dan lainnya, yang memuliakan para sahabat Nabi, diajarkan di majelis-majelis ilmu yang tersebar ke seluruh penjuru kota.
Saya juga heran mengapa kemudian Syiah dulu pernah berkuasa di Mesir saat zaman Fatimiyah. Padahal Mesir dulunya adalah negeri ahlussunnah. Bahkan ia didulunya ditaklukkan oleh salah seorang sahabat Nabi yang dibenci syiah, yaitu Amr bin Ash Ra.
Berbicara soal akidah bagi syiah, juga berbicara tentang kekuasaan, kepemimpinan, atau imamah. Muhammad bin Ya’qub Al-Kulainy, pakar hadist Syi’ah, meriwayatkan sejumlah hadits yang menunjukkan bahwa Imamah merupakan rukun Islam terbesar. Maka kekuasaan adalah jalan mereka untuk menyebarkan ajaran mereka dengan menghalalkan segala cara. Maka, merebut suatu negeri dari tangan ahlussunnah adalah KEWAJIBAN bagi mereka. Walaupun mungkin hal itu tidaklah mudah untuk dilakukan.
Chandra HafizunAlim
Alumni Universitas Islam Bandung