Sering ada pertanyaan begini:
"Perang Suriah itu bukan perang agama, bukan perang sekte. Itu perang politik, sesama muslim saling bunuh. Jangan bawa isu Sunni-Syi'ah di situ!"
Jawab:
Ini adalah bentuk ketidaktahuan dari penanya, justru yang paling pertama menggunakan isu agama adalah pihak rezim Assad. Dia tahu bahwa saat people power, hampir semua rakyat Suriah yang menuntut tumbangnya rezim Ba'ats-Nushairy ini adalah Ahlusunnah (muslim). Untuk itulah Assad menggunakan isu sektarian solidaritas sesama agama Syi'ah agar menggalang dukungan. Pertama tentu saja dukungan masyarakat agama Nushairiyah, sebagai "anak emas" sejak rezim keluarga ini berkuasa. Dan minoritas lainnya.
Assad juga membakar solidaritas seluruh Syi'ah di dunia, "Lihat tuh Sunni mau merebut kekuasaan kita!"
Maka di awal-awal perlawanan bersenjata, pihak rezim sudah dibantu berbagai jenis milisi Syi'ah impor, terutama Hizbullatta Lebanon.
Rezim juga sengaja membenturkan tentara yang Sunni untuk mengatasi desa-desa Ahlusunnah pendukung revolusi. Perintahnya adalah ratakan desa dan sikat isinya, melanggar perintah berarti dibunuh. Anda bisa dapatkan keterangan ini dari tentara-tentara yang membelot.
Namun api peperangan akan terus mengerucut hingga sekarang, siapa akan memihak siapa.
Di pihak Syi'ah (pro rezim), slogan mereka adalah "Labbaika ya Husein!" (ucapan musyrik khas Syi'ah)
Sementara para mujahidin adalah teriakan takbir: "Allahu Akbar!"
Namun harus dicatat bahwa tidak semua cabang Syi'ah menjadi bagian dari rezim Assad dan bala Syi'ahnya. Misalnya masyarakat agama Druze (sinkretisme), yang dianggap masih ada tautan dengan Syi'ah Ismailiyah.
Beberapa bagian kecil Nushairy juga tidak memihak rezim, utamanya yang sakit hati anggota keluarga mereka dipaksa dijadikan tumbal untuk dikirim ke peperangan, sementara keluarga Assad ongkang-ongkang berkuasa di atas darah dan kehancuran negeri itu.
*Sumber: dari fb Risalah (26/11/2015)