Menlu: Isu Broker dalam Kunjungan Jokowi ke AS Mendekati Fiktif
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi membantah keras tudingan yang muncul dalam artikel 'Waiting in the White House Lobby' yang ditulis dosen Ilmu Politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studies di London, Dr Michael Buehler -- yang menyebut, kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke AS diduga menggunakan jasa broker atau makelar Singapura berbiaya cukup besar (US$80 ribu).
"Isu yang diangkat sangat tidak akurat, tidak berdasar dan sebagian mendekati ke arah fiktif," kata Menlu Retno dalam keterangannya, Sabtu (7/11/2015).
Menurut Menlu Retno, kunjungan Presiden Jokowi ke Amerika Serikat adalah atas undangan Presiden Obama yang disampaikan langsung pada saat pertemuan bilateral di sela-sela KTT APEC 2014 di Beijing pada 10 November 2014.
"Undangan ini kemudian ditindaklanjuti dengan undangan tertulis yang disampaikan melalui saluran diplomatik. Jadwal Presiden Jokowi serta perhatian beliau akan berbagai isu penting dan mendesak, mengakibatkan undangan ini baru dapat dipenuhi pada tanggal 25-27 Oktober 2015," beber Menlu.
Menlu Retno memaparkan, sama halnya dengan persiapan kunjungan Presiden RI ke negara-negara lain, persiapan kunjungan ke Amerika tersebut dipimpin oleh Menlu dan berkoordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga, parlemen, KBRI Washington D.C., Konsulat Jenderal RI di San Francisco, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, serta kalangan bisnis dan para pemangku kepentingan lainnya.
Menlu Retno pun menegaskan bahwa pemerintah RI tidak menggunakan jasa pelobi dalam mengatur dan mempersiapan kunjungan Jokowi ke Amerika Serikat.
"Kementerian Luar Negeri (Kemlu) juga tidak pernah mengeluarkan anggaran Kementerian untuk jasa pelobi, namun memahami bahwa penggunaan jasa pelobi merupakan bagian nyata dari dunia politik di Amerika Serikat dan seringkali digunakan oleh pemangku kepentingan dan pemerintah negara-negara lain di dunia untuk memajukan kepentingan mereka di Amerika Serikat," tegas Retno.
Perempuan kelahiran Semarang juga menyesalkan tuduhan yang tidak berdasar akan adanya perselisihan antara menteri luar negeri dan salah satu menteri lain pada saat persiapan kunjungan Jokowi ke AS. "Kemlu pun menyesalkan bahwa seorang akademisi yang terhormat dapat menyampaikan suatu pernyataan yang tidak benar," tambah Menlu Retno.
Sumber: http://news.liputan6.com/read/2359997/menlu-isu-broker-dalam-kunjungan-jokowi-ke-as-mendekati-fiktif
***
Pengamat politik dan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi melalui akun twitternya menyoroti kasus skandal diplomasi ini.
"Apanya yg mau dibantah? Kontraknya pun bisa diakses http://www.fara.gov/docs/6229-Exhibit-AB-20150617-3.pdf Lihat halaman 3 point 7. Crystal clear!" tegasnya melalui akun @BurhanMuhtadi, Sabtu (7/11/2015).
Burhan mencantumkan link kontrak kerja sama antara PEREIRA INTERNATIONAL PTE LTD (konsultan Singapura) dengan R & R PARTNERS (pelobi asal Las Vegas, AS) senilai US$80.000 yang ditandatangi DERWIN PEREIRA dan SEAN TONNER.
"Wapres dan Menlu sudah resmi bantahan. Artinya, wartawan disuruh tanya ke Luhut & Derwin. All president (wo)men sedang main petak umpet :)" lanjut Burhan.
Wapres dan Menlu sudah resmi bantahan. Artinya, wartawan disuruh tanya ke Luhut & Derwin. All president (wo)men sedang main petak umpet :)
— Burhanuddin Muhtadi (@BurhanMuhtadi) 7 November 2015
Burhan juga menyatakan ini masalah serius dan ada bau amis dalam persoalan ini, "It smells fishy!" Bukti dokumen:
Sebelumnya, Dr. Michael Buehler yang pertama membongkar skandal diplomasi ini menyatakan dalam artikelnya:
Who within Widodo’s government ordered Pereira to make the payment? Was Indonesian taxpayer money used to hire a Las Vegas lobbying firm to deliver services that Indonesia’s US embassy could have easily put together? Was this done in coordination with foreign affairs minister Retno Marsudi, or was this an attempt to bypass the ministry? If the latter, is Widodo in control of his government, or are there too many competing interests in the president’s inner circle to devise a coherent foreign policy agenda?
It’s unlikely Indonesians will receive answers to these questions and to the question of why their government bungled Widodo’s visit to the US. Not only is the world of lobbyists and political elites extremely opaque, but as is well known, what happens in Vegas stays in Vegas.
(Siapa di dalam pemerintahan Jokowi yang memerintahkan Pereira untuk membayar US$80,000? Apakah uang pajak orang Indonesia yang dipakai untuk membayar firma pe-lobby Las Vegas padahal Kedubes Indonesia bisa melakukan dengan mudah? Apakah ini dilakukan dalam koordinasi dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, atau apakah ini merupakan upaya untuk memotong kementerian? Jika yang terakhir, apakah kontrol pemerintahan berada di tangan Jokowi, atau ada terlalu banyak kepentingan bersaing dalam lingkaran dalam presiden untuk menyusun agenda kebijakan luar negeri yang koheren?
Ini tidak mungkin pemerintah Indonesia akan memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dan pertanyaan mengapa pemerintah mereka ceroboh saat kunjungan Jokowi ke AS. Tidak hanya dunia pelobi dan elit politik sangat buram, tapi seperti diketahui, apa yang terjadi di Vegas tetap tersimpan di Vegas (tetap menjadi rahasia).)
Saat Menlu sudah membantah, maka pertanyaan pentingnya adalah: Siapa di dalam pemerintahan Jokowi yang memerintahkan Pereira untuk membayar US$80,000???
Kalau kata Burhanuddin Muhtadi, "Wapres dan Menlu sudah resmi bantahan. Artinya, wartawan disuruh tanya ke Luhut & Derwin. All president (wo)men sedang main petak umpet :)"
Jadi kuncinya: LUHUT dan DERWIN PEREIRA, dua orang yang dikenal memiliki kedekatan.
Dr Buehler mencatat (dalam artikelnya), Pereira memiliki kaitan yang jelas dan sangat erat dengan Luhut Pandjaitan. Pereira menulis sejumlah cerita tentang Luhut saat menjadi wartawan The Straits Times di Indonesia, dan juga mewawancarainya di Singapura saat Luhut menjadi Dubes RI untuk Singapura pada 1999-2000. Situs Pereira International juga menampilkan foto Luhut sama seperti yang terpampang pada situs Toba Sejahtra, perusahaan tambang dan perkebunan milik Luhut.
Ayo, jangan main petak umpet terus :)