Ketua Dewan Pers: Surat Edaran "Hate Speech" Seperti Zaman Kolonial


Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, menyayangkan adanya surat edaran (SE) dari kepolisian yang berisi pelarangan penyebaran kebencian (hate speech).

Menurut mantan Ketua Mahkamah Agung ini, keberadaan SE tidak perlu, karena ukuran seseorang menyebarkan kebencian atau tidak sangat sulit diukur. Lagipula, aturan seperti itu dapat digunakan seseorang, sekelompok orang, dan terutama penguasa, untuk menekan dan memenjarakan orang secara mudah.

"Saya prihatin dengan adanya surat edaran. Surat itu memang isinya agar berhati-hati menyebarkan kebencian. Namun, surat itu tentu ada anak kalimatnya. Anak kalimatnya, adalah kalau menyebarkan kebencian berarti ada tindakannya. Ini, kan, bahaya," kata Bagir dalam acara Silaturahmi Pers Nasional di gedung TVRI, Jakarta, Senin (2/11), lansir beritasatu.com. Silaturahmi digelar sebagai persiapan menyambut Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh bulan Februari 2016.

Bagir menjelaskan pada zaman kolonial Belanda, pasal-pasal seperti larangan menyebarkan kebencian itu memang ada. Zaman itu, yang paling mendapat korban adalah lembaga pers. Pada saat itu, ada banyak lembaga pers ditutup karena dianggap menyebarkan kebencian.

Dia mempertanyakan apakah mau kembali ke zaman kolonial tersebut. Dia berpendapat tidak perlu, karena sekarang ini sudah zaman demokrasi. Setiap orang bebas berbicara.

"Kalau memang dia menyebarkan fitnah, ya tinggal diproses. Kan ada aturannya. Jangan orang menyatakan pendapat, lalu dipenjara. Kemana makna demokrasi kalau seperti itu," tegasnya.

Bagir mengemukakan jika pejabat publik dikritik, dihujat dan dicaci maki, itu harus diterima. Alasannya kondisi itu sebagai risiko pejabat publik. Jangan menjadi pejabat publik kalau takut dikritik atau dicerca.

"Di media sosial sekalipun tidak masalah. Orang kritik, hujat dan sebagainya, ya risiko pejabat publik. Sejauh masalah kebijakan yang dikoreksi. Kalau ada fitnah, ya tinggal pakai saja aturan yang ada," pungkasnya.

Sumber: Beritasatu


Baca juga :