"Kemenangan AKP"
Oleh Ustadz Musyafa Ahmad Rahim*
1. Kalo menang, analisa apa pun enak saja. Lain halnya kalau kalah, semua analisa cenderung mencari “kambing hitam”. Kesian tuh kambing.
2. Sudah banyak tulisan terkait dengan kemenangan AKP di Turki dalam pemilu Ahad 1 November 2015 kemaren.
3. Boleh juga dong nulis-nulis terkait dengan kemenangan AKP, dan sah-sah saja kan?
4. Meskipun begitu, berdasar pengalaman pribadi dalam urusan tarbiyah dan pembinaan, saya hendak menulis kemenangan AKP dengan mengaitkannya dengan latar belakang pribadi saya.
5. Ada tiga hal yang hendak saya tulis berkenaan dengan hal ini, yaitu: (a) pembinaan kader (b) ri’ayah konstituen (c) pengambilan kebijakan.
6. Terkait aspek pembinaan, ada empat hal yang bisa saya tulis, yaitu: (a) aspek ruhiyah atau spiritualitas. (b) aspek pemahaman kader. (c) aspek soliditas internal, dan (d) dinamika pergerakan.
7. Secara ruhiyah (استقامة المعنوية), yang saya ketahui dan bahkan saya rasakan, ada spirit besar yang tersebar luas melalui media social, yang isinya mengajak kaum muslimin di seluruh dunia, agar mereka melakukan shalat hajat dan do’a khusus untuk kemenangan AKP di Turki. Khususnya seruan dan ajakan itu muncul dan datang dari mustadh’afin (orang-orang yang tertindas), baik dari Palestina, Syuria, Mesir dan Iraq, dan juga yang disuarakan oleh para pembela kaum mustadh’afin tersebut. Saya mempunyai keyakinan besar, bahwa shalat hajat dan do’a mereka mempunyai andil yang sangat besar (meskipun sulit diukur dan dibuktikan), bagi kemenangan AKP di Turki dalam pemilu Ahad 1 November kemaren.
8. Yang menarik dari “gerakan” shalat hajat dan do’a tersebut adalah adanya kemungkinan besar bahwa orang-orang yang melakukan shalat hajat dan do’a tersebut terjadi sepanjang waktu, mengikuti “gerakan” tersebut terjadi di seluruh dunia, mulai dari timur sampai barat, dari selatan sampai utara.
9. Dengan demikian, “gerakan” shalat hajat dan do’a untuk kemenangan AKP di Turki itu menyertai seluruh proses pemilu semenjak sebelum, saat dan setelah terjadinya proses pemungutan suara.
10. Dari sisi pemahaman kader untuk pemenangan AKP di Turki ini sebenarnya bukanlah masalah mudah dan ringan, sebab, bisa dipastikan bahwa yang terjadi di sana, diantara para kader AKP, adalah adanya “tsunami” dan “banjir bandang” informasi, baik yang resmi maupun yang tidak resmi, baik informasi yang didapat dari obrolan di “warung-warung” maupun informasi yang didapat melalui koran, tivi, media social dan lain sebagainya, baik yang datang dari kawan, maupun dari lawan.
11. Semua informasi yang berseliweran itu tentu menciptakan semacam ”palung”informasi yang dapat menyeret, menyedot dan “membinasakan” para kader AKP, kecuali, jika para kader AKP, setelah taufiq dan bimbingan dari Allah SWT, telah memiliki kematangan pemahaman (نضوج فكري) yang sangat memadai untuk tetap tegar di tengah “badai” atau “tsunami” atau “palung” informasi yang sangat dahsyat tersebut.
12. Soliditas Internal (متانة الصف), dalam perjuangan (نضال) yang sangat ketat dan menegangkan, adalah tuntutan yang mesti dipenuhi yang tidak bisa tidak harus terwujud dengan sangat baik. Meskipun, terkadang, untuk alasan soliditas, “terpaksa” harus ada keputusan sangat berani (akan disinggung ulang dalam point mendatang, insyaAllah).
13. Soliditas Internal ini diperlukan, agar seluruh potensi yang dimiliki oleh partai dapat disatukan, lalu secara bersama-sama berusaha untuk mencapai sesuatu yang sepertinya “mustahil”, atau minimal sangat sulit mewujudkannya, apalagi kalau kita ingat, bahwa pemilu di sana mempergunakan system distrik murni, yang berarti, hanya mengusung tokoh-tokoh yang tidak banyak.
14. Aspek Dinamika Internal, adalah tuntutan yang tan keno ora (tidak bisa tidak) harus dimiliki oleh para kader AKP, yaitu kemampuan kader untuk merespon segala situasi dan kondisi yang sangat dinamis, lalu secara cepat dan sigap harus segera diambil keputusan dan sikap secara tepat. Situasi dan kondisi itu bisa berupa ancaman-ancaman, ancaman terhadap pemahaman, ancaman terhadap soliditas dan ancaman-ancaman lainnya.
15. Situasi dan kondisi itu juga bisa berupa peluang yang terbuka, dan seberapa besar peluang itu harus disikapi; adakah peluang itu diambil atau tidak diambil? Sebab terkadang, sesuatu yang tampak sebagai sebuah peluang, pada hakekatnya, tidak lain adalah jebakan yang membinasakan. Kalaupun peluang itu diputuskan untuk diambil, seberapa besar tingkat dan kadar pengambilannya? Semua ini menuntut adanya pemahaman, konsolidasi, koordinasi dan tentunya aspek ruhiyah demi mendapatkan taufiq Allah SWT.
16. Dari sisi ri’ayah konstituen, saya yakin, AKP dengan seluruh daya dukung yang dimilikinya, pastilah mengerahkan upaya, kerja dan pengorbanan yang sangat luar biasa demi meri’ayah konstituen. Sebab, kalau terdapat kelemahan dalam meri’ayah konstituen ini, pastilah mereka akan “lari” dan menyeberang ke partai lain.
17. Ada istilah menarik terkait ri’ayah ini, yaitu الرعاية الساهرة atau ri’ayah yang menuntut pengorbanan jam istirahat dan jam tidur.
18. Dan ri’ayah ini tentulah menguras segala yang dimiliki oleh AKP, menguras kerja struktur, kader dan relawan. Menguras waktu-waktu mereka untuk rapat, koordinasi, konsolidasi dan edukasi. Menguras harta dan materi mereka. Menguras tenaga dan seluruh sumber daya mereka.
19. Kemenangan AKP pastilah juga terkait dengan “kebijakan” atau policy.
20. Repotnya, slot untuk suatu kebijakan atau policy, biasanya, tidaklah longgar. Sebab, yang sering terjadi, sumber daya selalu “sangat terbatas” jika dibandingkan dengan ancaman, tantangan dan peluang. Sehingga, lubang “kebijakan” dan policy itu tidak dapat menampung banyak pendapat. Masih mending kalau “perebutan” untuk memasuki “lubang” kebijakan dan policy itu terjadi antara kader dan pimpinan, sebab, biasanya, kader dengan mudah akan “mengalah” saat pandangan, gagasan dan pendapatnya tidak dijadikan sebagai kebijakan atau policy.
21. Yang sangat repot adalah jika gagasan, pandangan, atau “ijtihad” itu terjadi diantara sesama pimpinan. Kalau semuanya “ngotot” harus memasuki “lubang” kebijakan dan policy yang sangat sempit itu, maka dampakanya tentu sangat buruk bagi AKP itu sendiri. Sebab yang terjadi bisa alotnya proses pengambilan keputusan, padahal para kader sudah siap bekerja melaksanakan keputusan apa pun yang dibuat oleh pimpinan. Atau yang terjadi, na’udzubillah min dzalik adalah perpecahan diantara pimpinan, dan jika ini yang terjadi adalah “kiamat” bagi partai.
22. Lebih repot lagi adalah kenyataan bahwa “ijtihad” para pimpinan itu tentulah didukung oleh argument, dalil dan hujjah yang sangat kuat (maklum, ini adu “ijtihad” antar para “mujtahidin”).
23. Dalam kontek “kerumitan” inilah kita dapat melihat bahwa AKP dapat keluar dari “lubang” kebijakan dan policy yang sempit ini dengan sangat elegan.
24. Satu kasus saja, untuk saya tunjukkan, bagaimana “sulitnya” membuat suatu keputusan.
25. Di dalam aturan internal partai, kader yang sudah pernah menjadi aleg tiga kali, maka ia tidak diperbolehkan untuk dicalegkan pada pemilu yang ke-empat.
26. Pada pemilu Juni 2015 lalu, aturan ini dipergunakan. Tentunya, alasannya adalah karena sudah menjadi aturan, maka harus dilaksanakan.
27. Namun, masalahnya, konstituen sering sekali terkait dengan “sosok” dan seringkali tidak terkait dengan “partai”.
28. Dalam hal ini, perlu muwazanah: apakah menegakkan aturan, namun dengan konsekwensi, ada kemungkinan kalah, atau “melanggar” aturan, demi kemenangan.
29. Fiqih Muwazanah nya pastilah rumit. Namun, pada pemilu 1 November 2015 kemaren, AKP “memunculkan kembali” 32 nama untuk dicaleg-kan, padahal mereka sudah pernah menjadi aleg tiga kali berturut-turut.
30. Sekali lagi, Fiqih Muwazanah nya tentulah rumit, alot dan tidak mudah, repotnya, “lubang” yang mesti dilalui oleh keputusan dari “fiqih muwazanah” ini tidak lah luas dan lega. Harus ada yang “dikorbankan”.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya, amin.
*Dari fb Ustadz Musyafa Ahmad Rahim