Pengesahan RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 diwarnai polemik Penyertaan Modal Negara (PMN) terhadap BUMN. Fraksi-fraksi di luar pemerintah menolak keberadaan klausul ini dalam APBN 2016. Ada apa di balik ribut-ribut PMN ini?
Rapat pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR baru rampung pada Jumat (30/10/2015), sekitar pukul 03:00 dini hari. Atau tujuh jam menjelang pelaksanaan sidang paripurna DPR yang salah satunya mengagendakan pengesahan RAPBN 2016.
Dua hari sebelum pelaksanaan sidang paripurna DPR, atau Rabu (28/10/2015), seluruh ketua umum partai Koalisi Merah Putih (KMP) bertemu. Ada pesan yang disampaikan secara terang oleh koalisi yang dalam Pemilu Presiden 2014 lalu mengusung Prabowo Subianto itu.
Dalam pertemuan tersebut, KMP memberi catatan tentang RAPBN 2016 yang dinilai tidak mencerminkan kepentingan yang pro rakyat seperti di bidang pertanian dan kehutanan yang dinilai kecil. "Apalagi jika dibandingkan Penyertaan Modal Negara," cetus Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie.
Sejak malam itu pula, isu soal PMN menggelinding kencang di Parlemen. Sejumlah fraksi di parlemen yang tergabung dalam koalisi merah putih memberi catatan penolakan terhadap PMN yang tercantum di Pasal 28-31 RAPBN 2016 ini. "Pokoknya kita berharap PMN ini dihapus saja yang terdapat di pasal 28-31, saya kira akan mempercepat proses pengesahan RAPBN 2016," ujar Fadli Zon di sela-sela sidang Paripurna DPR, di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Jumat (30/10/2015).
Persoalan PMN menjadi isu paling krusial pada pengesahan RAPBN 2016 ini. Argumentasi yang dibangun sejumlah partai di KMP secara faktual memang terjadi peningkatan alokasi PMN untuk tahun anggaran 2016 mendatang. Bila ditelisik lebih jauh, ada alasan yang jauh lebih kuat atas penolakan PMN tersebut.
Sumber INILAHCOM yang berada di lingkar dalam petinggi koalisi KMP mengungkapkan KMP memiliki cara membaca tersendiri terkait PMN ini. Menurut sumber tersebut, PMN yang cukup masif ini dibaca sebagai upaya mobilisasi fund rising untuk kepentingan politik Presiden Jokowi dalam menghadapi Pemilu 2019 mendatang. "Alokasi dana melalui PMN ke BUMN-BUMN ini dimaksudkan untuk upaya mobilisasi fund rising demi kepentingan Pemilu 2019 mendatang," ujar sumber tersebut setengah berbisik.
Lebih lanjut sumber tersebut mengilustrasikan tentang relasi Presiden Jokowi dengan tiga kekuatan politik di Tanah Air saat ini yakni dengan KMP, KIH dan kekuatan rakyat. "Presiden Jokowi ingin melepaskan diri dari keterikatan dengan partai politik baik KIH maupun KMP," tambah sumber tersebut.
Melalui pengucuran PMN kepada sejumlah BUMN, sumber tersebut mengatakan, Presiden Jokowi ingin secara langsung bersentuhan dengan rakyat tanpa melalui partai politik. Titik ekstremnya dari penyaluran PMN ini, sambung sumber tersebut, akan dibentuk partai politik baru yang khusus menopang pemerintahan Presiden Jokowi. "Ekstremnya nanti akan dibentuk partai politik baru yang khusus menopang Presiden Jokowi. Pintu masuknya ya melalui PMN ini," imbuh sumber tersebut.
Informasi ini saat dikonfirmasi kepada sejumlah pihak memang tidak menampik tentang kekhawatiran adanya upaya memanfaatkan PMN untuk fund rising Presiden Jokowi demi kepentingan politik di Pemilu 2019. "Ini kekhawatiran yang berlebihan saja. Kalau BUMN tidak diinject, maka akan jatuh lebih dalam," ujar salah satu anggota Komisi XI DPR RI dari KMP.
Di pihak pemerintah, menurut salah satu staf khusus Menteri Keuangan mengungkapkan pihaknya telah meyakinkan pihak KMP bahwa penggunaan PMN ini semata-mata untuk memajukan BUMN di Indonesia.
"Tadi dini hari kami telah meyakinkan pihak Pak Prabowo Subianto tentang PMN ini," ucap staf khusus tersebut kepada INILAH.COM sebelum pelaksanaan sidang paripurna DPR.
Bola PMN tak sekadar urusan dana untuk BUMN saja. Inilah politik, memiliki efek kemana-mana.
Sumber: http://m.inilah.com/news/detail/2248989/cerita-di-balik-ribut-ribut-pmn-rapbn-2016