Munculnya protes yang dilakukan oleh kelompok liberal atas nama HAM terhadap keluarnya surat edaran dari Wali Kota Bogor Bima Arya yang melarang adanya perayaan Asyuro Syiah di Kota Bogor ditanggapi oleh Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Dr Patrialis Akbar.
“Saya mendukung penuh salah satu tokoh kebanggaan kita itu (Bima Arya, red). Kalau kita berbicara hak asasi manusia bukan berarti penyelenggaraan hak asasi manusia itu bebas sebebas-bebasnya,” ujar Hakim MK Patrialis Akbar di depan peserta Perkumpulan Lembaga Dakwah dan Pendidikan Islam Indonesia (PULDAPII) di Resto Al Jazeera, Polonia, Jakarta Timur, Rabu (28/10) malam.
Patrialis menjelaskan bahwa di dalam sila pertama sudah jelas disebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Ketika kita berbicara Ketuhanan Yang Maha Esa, semua kegiatan apapun yang bertentangan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa itu patut dilarang,” tegasnya.
Bahkan, ia menambahkan, di dalam sila kedua kembali dipertegas bahwa Kemanusiaan yang adil dan beradab menjelaskan kemanusiaan.
“Kalau orang mengadakan acara, memotong-motong tangannya, kemudiaan ia menyiksa diri, itu bukan kemanusiaan, korelasinya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa,” terangnya.
Berbicara mengenai HAM, lanjutnya, itu dibatasi di negara ini, antara lain, tidak boleh melanggar HAM orang lain.
“Merokok hak asasi manusia, tapi kalau orang lain terganggu, ya tidak boleh, makanya orang merokok tempatnya sudah dikucilkan sekarang ini,” ujarnya.
Mantan Menteri Hukum dan HAM ini menegaskan, jika ingin melanggar moral dan hukum agama yang sudah disahkan, maka itu sudah termasuk ke dalam pelanggaran HAM berat.
“Kalau sesama pelanggar HAM orang lain ya silakan, tidak boleh melanggar moral dan hukum agama. Kebebasan dalam pasal 28 A UUD itu dibatasi juga oleh UUD yang tidak bisa bebas sebebas-bebasnya,” tandas Patrialis.
Ia mengatakan, pelanggaran HAM kepada manusia saja dilarang, apalagi kalau ada satu kelompok yang mengaku sebagai pemeluk Islam, agama mayoritas, lalu melakukan penyimpangan dan penistaan terhadap Islam yang dipeluk oleh mayoritas bangsa ini.
“Di dalam UUD sudah dijelaskan, ada undang-undangnya. Kalau mau buat ajaran sendiri jangan numpang pada Islam,” tegasnya.
Sumber: salam-online