Sebuah jet RUSIA telah ditembak jatuh oleh angkatan udara Turki setelah terbang ke wilayah udara negara itu, demikian menurut laporan yang beredar di media sosial, yang dilansir Daily Star.
Menurut laporan, saksi mata melihat sebuah ledakan besar di Huraytan, Suriah utara, sementara tiga jet tempur melayang di atas wilayah tersebut.
Salah satu wartawan dalam tweet nya menyatakan bahwa tiga pesawat Turki merespon dan mengunci radar pesawat "misterius" yang diidentifikasi sebagai jet-Mig 29, jenis pesawat yang digunakan oleh pasukan Putin.
Daily Star Online telah menghubungi pemerintah Turki dan militer Rusia tetapi masih belum bisa dihubungi untuk memberikan komentar.
Berita ini datang di tengah meningkatnya ketegangan antara Putin dan Barat hanya beberapa hari setelah pesawat pembom Rusia melanggar wilayah udara Turki.
Pesawat F-16 Turki memulai serangan setelah jet MIG-29 bermesin ganda terkunci radar oleh pesawat Turki dekat kota Yayladagi, di provinsi Hatay dekat perbatasan dengan Suriah.
Jet Turki kemudian mengejar pesawat era-Soviet yang terbang kembali ke wilayah udara Suriah.
Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu mengatakan masuknya Rusia ke konflik Suriah telah meningkatkan krisis dan bahwa Moskow mengakui pelanggaran wilayah udara Turki oleh pesawat perang-nya adalah "kesalahan".
Duta Besar Rusia di Turki juga dipanggil sebagai protes atas tindakan provokatif tersebut.
Para pejabat Turki telah memperingatkan Moskow bahwa Turki tidak bertanggung jawab atas insiden yang tidak diinginkan, yang mungkin terjadi di masa depan.
Dan awal pekan ini mantan kepala MI6 Sir John Sawers memperingatkan resiko bentrokan dahsyat antara Rusia dan Amerika Serikat sebagai akibat ketegangan antara kedua negara adidaya tersebut telah mencapai puncaknya.
Ini terjadi setelah Menteri Pertahanan Michael Fallon mengumumkan Inggris telah menempatkan sejumlah pasukannya di negara-negara Baltik sebagai langkah untuk menghalangi agresi Rusia.
Mr Sawer mengatakan: "Akan sangat sulit melanjutkan kampanye ini kecuali ada koordinasi tingkat militer antara Rusia dan Barat.
"Anda tidak akan bisa memiliki dua angkatan udara dengan tujuan yang berbeda di atas wilayah yang sama tanpa risiko terjadi bentrokan."
[Middle EAST Update]