Kasus pengeboman Mall Alam Sutera yang dilakukan Leopard Wisnu Kumala (Katolik) seakan merevisi segala teori tentang Terorisme yang pakem serta identik dengan penyalahgunaan nama umat Islam.
“Media akhirnya seperti gagap untuk menata ulang opini, bahkan sebagian pengamat yang sebagian besar memegang pakem metode framework analisis kultural juga kelu lidahnya. Bisa jadi, BNPT juga mules perutnya karena teori terorisme yang diusung selama ini tersandung di Alam Sutera,” tegas Direktur Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya, Jumat (30/10), dilansir ROL.
Dalam isu Terorisme, ia menilai bahwa rakyat Indonesia selama ini dalam sudut pandang yang tendensius dan stigmatis. Begitu mendengar teroris maka tergambar sosok pelakunya seorang muslim, berjenggot, jidat hitam, celana cingkrang, keluarganya bercadar, memandang Barat (AS) sebagai musuh.
Walhasil, UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Terorisme pun diterapkan untuk menjerat hal-hal dengan identifikasi tadi.
“Jadi, terorisme akan selalu dimaknai sebagai produk radikalisme dalam agama Islam. Terorisme di Indonesia itu identik dengan Islam, ini secara simpel dikonstruksi oleh pihak pemerintah melalui aparaturnya dan diaminkan sebagian besar media,” jelas Harits.
Maka, ia pun kembali mengajak publik mencermati kembali definisi Terorisme yang lekat dengan radikalisme Islam setelah kasus Leopard dan Mall Alam Sutera.
“Rakyat sekarang tahu, orang Kristen atau non-Muslim di Indonesia juga sama potensialnya bisa hadir di tengah masyarakat menjadi sosok-sosok teroris yang sangat berbahaya sekalipun terkesan ramah,” jelas Harits. (Sumber: ROL)
Kalau (calon) pelaku Islam, maka belum terjadi (berencana, akan) tapi sudah ditulis TERORIS |