Menghormati orang yang lebih senior dalam perjuangan dakwah dan ilmu merupakan adab islam yang ditekankan. Maka itu, diantara adab berta'amul dengan mereka, tidak menyebut hanya namanya saja, tanpa menyertainya laqab penghormatan, seperti "Ustadz fulan", "Haji fulan", "Bapak fulan", dan sebagainya yang menurut adat masyarakat merupakan sebuah penghormatan.
Karenanya, kadang saya merasa risih menyaksikan tingkah sebagian ikhwah yang menyebut seorang Ustadz hanya dengan namanya saja. Atau, menambahkan laqab yang sejatinya tidak pantas baginya. Misalnya menyebut Ustadz yang cukup senior, sementara dirinya masih belia dalam dakwah dan ilmu dengan sebutan "Akhi Fulan". Apalagi, jika Ustadz itu pernah mengajarinya alif ba ta-nya ilmu syar'i.
Dalam hal ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا
“Tidak termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi yang kecil diantara kami dan tidak menghormati yang lebih tua di antara kami.” (HR. Tirmidzi no. 1919, hasan).
Al Imam Nawawi rahimahullah menyatakan: "Disunnahkan bagi seorang anak, murid, atau seorang pemuda, ketika menyebut ayah, guru atau tuannya agar tidak menyebut hanya nama saja...". (Al Nawawi, Al-Majmu’, 8/257).
Al Hafizh Ibnu Jama'ah rahimahullah menambahkan:
" وينبغي أن لا يخاطب شيخه بتاء المخاطب وكافه ( قلت، سمعتك ) ولا يناديه من بعد، بل يقول يا سيدي، ويا أستاذي".
"Hendaknya seseorang tidak berbicara dengan syaikhnya (gurunya), dengan menggunakan kata ganti ta' dan kaf, yang artinya kamu atau engkau. Misalnya mengatakan "Kamu berkata", atau "Aku mendengarmu". Tidak pula memanggilnya dari jauh. Akan tetapi, baiknya ia berkata: "Wahai tuanku", "Wahai Ustadzku", dan selainnya. (Ibnu Jama'ah, Tadzkirah Al Sami' wa Al Mutakallim, hlm. 136).
Al Imam Al Khatib Al Baghdadi berkata:
" يقول أيها العالم وأيها الحافظ .. ونحو ذلك وما تقولون في كذا ؟ وما رأيكم في كذا ؟ وشبه ذلك، ولا يسميه في غيبته أيضاً باسمه إلا مقروناً بما يشعر بتعظيمه كقوله : قال الشيخ أو الأستاذ وكذا، وقال شيخنا أو قال حجة الإسلام ..أو نحو ذلك" "الجامع" للخطيب البغدادي (1/183)
"(Hendaknya) ia berkata: "Wahai Alim, atau wahai Hafizh, dan selainnya, apa pendapat anda tentang masalah ini?", dan yang serupa dengannya. Demikian pula, tidak boleh menyebut namanya saat ia tidak hadir, melainkan dengan menggandengkan pada sesuatu (laqab) yang menunjukkan penghormatan baginya. Misalnya, Syaikh berkata, atau Al Ustadz berkata, atau Syaikh kami berkata, atau Hujjatul Islam berkata, dan selainnya". (Al Khatib Al Baghdadi, Al Jami', 1/183).
Saudaraku, inilah adab Islam yang merupakan barometer kualitas keislaman seorang hamba. Al Imam Ibnul Qayyim berkata:
" وأدب المرء عنوان سعادته وفلاحه، وقلة أدبه عنوان شقاوته وبواره، فما استجلب خير الدنيا والآخرة بمثل الأدب، ولا استجلب حرمانها بمثل قلة الأدب".
"Adab seorang muslim merupakan tanda kebahagiaan dan kemenangannya. Kurangnya adab (pada seseorang), adalah tanda kesengsaraan dan kerugiannya. Tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat seperti pada adab. Dan tidak ada yang dapat menghalangi kebaikannya seperti pada sikap kurang adab". (Ibnul Qayyim, Madarij Salikin, 2/407). Wallahu A'lam.
[Rappung Samuddin]