Saat sepakat melakukan kerjasama uji teknis balon pintar Google, rombongan operator dan Menkominfo berfoto dengan pendiri Google, Sergey Brin. Menariknya, pada kesempatan tersebut, Brin hanya mengenakan celana pendek.
Mengenai perilaku Brin, pengamat telekomunikasi yang juga Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, mengatakan jika itu pertanda kalau Indonesia tidak terlalu diperhitungkan oleh perusahaan digital terbesar di dunia itu. Brin dianggap tidak menghargai kunjungan negara yang sebenarnya berpotensi sebagai pasar bagi Google.
"Di sana memang musim panas. Saya juga lama kerja di Eropa, tapi kalau ada acara formal seperti ini, harusnya pakai pakaian resmi. Ini pertanda bahwa kita lebih membutuhkan mereka, ketimbang mereka membutuhkan Indonesia," jelas Heru saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis, 29 Oktober 2015.
Ini artinya, Indonesia yang dianggap membutuhkan bantuan perusahaannya, bukan sebaliknya. Maka dari itu, Brin hanya mengenakan pakaian santai, ketimbang formal.
Padahal, dalam foto tersebut ketiga operator diwakili Presiden Direktur XL Dian Siswarini, Presiden Indosat Alexander Rusli, dan Presiden Direktur Telkomsel Alexander Rusli. Ada juga Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, bersama beberapa pihak dari Badan Ekonomi Kreatif, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Dewan TIK Nasional yang diwakili Ilham Habibie, dan dari Kementerian Perdagangan.
Dalam kesempatan tersebut, para operator yang selama ini mengeluhkan kerugian atas dominasi perusahaan over the top (OTT) seperti Google, malah bekerja sama dalam Project Loon Google yang digadang bisa memberikan akses internet ke penduduk di Indonesia Timur.
Hal ini disayangkan oleh Heru, lantaran Indonesia sedang menggarap proyek pita lebar (broadband). Sebab, koneksi internet dengan memanfaatkan kabel optik itu jauh lebih cepat dan stabil, ketimbang harus memanfaatkan balon.
"Balon ini kan ibaratnya BTS (Base Transciever Station), tapi ada di udara, jadi sama saja. Kalau broadband itu kecepatan internetnya lebih tinggi dan stabil dibandingkan menggunakan wireless," tutur mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) itu.
Pakar telekomunikasi itu menilai tiga operator seluler Indonesia yang melakukan kerjasama dengan Google, merupakan tanda bahwa Indonesia masih bertekuk lutut terhadap perusahaan teknologi global. Padahal, pemain OTT tersebut lebih jauh membutuhkan Indonesia.
Heru menyayangkan sikap yang dilakukan oleh Telkomsel, XL, dan Indosat yang sama-sama berkerjasama dengan Google dalam memanfaatkan Project Loon. Ketiga operator itu menyambangi Silicon Valley, Amerika Serikat, di mana kerjasama tersebut disaksikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara.
"Makanya, kita itu agak aneh. Sebenarnya, mereka itu butuh kita yang ingin mengembangkan atau ekspansi pasarnya. Indonesia itu akan menjadi pasar digital terbesar," ujar Heru.
Heru melanjutkan, meski baru dalam tahap trial, kerjasama operator dengan Google itu dirasa terlalu terburu-buru. Menurutnya, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai skema yang dijalankan oleh Google saat menerapkan Project Loon.
"Ini terlalu prematur. Seharusnya, setiap kebijakan terlebih dahulu dikaji teknisnya, bisnisnya bagaimana, legalitas, agar tidak salah melangkah. Banyak kasus, awalnya trial, tetapi selalu berlanjut dan diperpanjang lagi," kritis Heru. (one)
Sumber: VIVA.co.id