"Bacotmu". Kasar Sekali!


Bahwa kejadian asap ini sudah berulang sejak era pemerintah sebelumnya, memang iya.

Namun, apakah itu harus dijadikan pembenaran oleh pemerintahan sekarang untuk tidak bersungguh-sungguh menghentikan pembakaran hutan? Kenapa untuk banyak hal yang tidak mampu dilakukan atau kesalahan yang terlanjur dilakukan, Presiden Jokowi dan jajarannya banyak merunut kesalahan tersebut kepada SBY dan pemerintahannya? Apakah ini bentuk ketidakmampuan, pengkambinghitaman atau memang sudah menjadi karakter? Hanya Jokowi dan orang-orangnya yang bisa menjawab.

Katakanlah kesalahan serupa memang dilakukan oleh SBY. Ketidakmampuan yang sama juga dialami oleh SBY. Tapi, apa gunanya mengungkit itu. Bukankah ketika dulu Jokowi penuh percaya diri maju menjadi calon presiden, itu artinya beliau merasa mampu. Setidaknya merasa lebih baik dari Prabowo yang menjadi rivalnya ketika itu. So, seharusnya, apapun masalahnya sekarang, hadapi dan selesaikan dengan cerdas dan kesatria. Bukan mencari dan melimpahkan kesalahan pada pemerintah dulu, yang sekarang ini tidak punya kewenagan apapun untuk membuat keputusan.

Sudah terlalu banyak rintihan orang-orang Riau, Jambi dan daerah lainnya di Sumatera yang menjadi korban kejahatan terencana dan dibiarkan ini. Kebakaran hutan bukan longsor. Asap yang mengepung sekarang ini bukan karena gunung meletus. Ini kejahatan besar yang dilakukan manusia brengsek! Saya termasuk yang tidak percaya, bahwa pemerintah dengan segala kewenangan dan aparatnya tidak bisa mencegah para penjahat itu, sebelum mereka berhasil membakar hutan. Membakar hutan tak sama dengan menyulut rokok dan menyalakan kompor. Pembakaran hutan dilakukan oleh banyak orang: orang-orang jahat, yang aksinya mustahil tidak diketahui pemerintah!

Dan kini setelah terlanjur terbakar, saya juga termasuk orang yang tidak percaya, bahwa pemerintah tidak bisa segera memadamkannya. Pemerintah punya segalanya, peralatan, tentara, polisi dan lain sebagainya. Kerahkan semua itu. Tidak penting presiden datang ke sana! Tapi, perintahkan panglima TNI, Kapolri, Menteri Kehutanan, Kepala-kepala daerah setempat dan semua pihak terkait. Belum bisa juga, minta bantuan secara resmi kepada Malaysia dan Singapura. Itu kalau memang Jokowi serius. Tapi kalau tidak, yaaah...

Ini pemerintah, sudah tidak mau atau tidak mampu memadamkan api, eh malah membuat pernyataan-pernyataan yang menyakitkan. Tak heran jika ibu-ibu seorang pengguna Facebook warga Riau, saking kesalnya menulis, “Bacotmu Buuuuu, oh Buuuuu...” ditujukan kepada Menkes, Nila F Moeloek.

Bacotmu! Kasar sekali kata ini. Tapi, itu wajar, karena dipicu oleh pernyataan Menkes yang jauh lebih kurang ajar, dari sekedar cacian: Bacotmu.

Menkes menyebut bahwa kualitas udara di Riau masih belum berbahaya, padahal sebelumnya BNPB telah memastikan bahwa udara di Riau sudah melampaui level bahaya. Artinya sungguh sangat bahaya sekali. Kemudian pernyataan Nila yang menganggap korban kejahatan asap di Riau tidak perlu memakai masker N95, sebab menurutnya masker N95 hanya tepat dipakai saat bencana atau kejadian luar biasa. Jadi rupanya, pemerintah tidak menganggap kebakaran hutan ini sebagai kejadian luar biasa. Kurang ajar!

Apakah pemerintah harus menunggu hujan untuk memadamkan kebakaran? Kalau itu yang terjadi, tidak usah ada presiden dan pemerintah sekalipun, waktunya hujan turun tetap akan turun. Ini ceritanya sama dengan membebaskan banjir menunggu kemarau. Atau membebaskan macet Jakarta menunggu lebaran. Kalau itu yang terjadi, saya hanya bisa berdoa, semoga Pak Jokowi segera Allah 'bebaskan' dari berbagai tugas yang berat ini. Kasihan!

(Abrar Rifai)

***

"Nangis baca ini, pak. Aamiin.. Setulus hati saya mengaminkan. Udah terlalu lelah sama pemerintahan periode ini. Saya aja di Padang, orang dewasa, tapi udah mulai kena gejala ISPA. Gimana sama anak-anak yang di Riau dan Jambi sana?" (Marlia Na)


Baca juga :